Posts from the ‘Pengetahuan’ Category

Kisah 3 (tiga) murid HOS Tjokroaminoto : Soekarno, Semaoen, Kartosoewirjo

Jauh sebelum memilih jalan hidupnya masing-masing, tiga tokoh pergerakan Soekarno, Semaoen, dan Kartosoewirjo pernah tinggal bersama. Mereka menjadi murid dari pemimpin Sarekat Islam Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto.

Di sebuah jalan kecil bernama Gang Paneleh VII, di tepi Sungai Kalimas, Surabaya, rumah Tjokroaminoto berada. Rumah itu bernomor 29-31.

Setelah menjadi pemimpin SI yang anggotanya 2,5 juta orang, Tjokroaminoto yang saat itu berusia 33 tahun tidak memiliki penghasilan lain, kecuali dari rumah kos yang dihuni 10 orang itu. Setiap orang membayar Rp 11. Istri Tjokro, Soeharsikin, yang mengurus keuangan mereka.

Banyak alumni rumah kos tersebut yang menjadi tokoh pergerakan sebelum kemerdekaan.Soekarno yang kemudian mendirikan Partai Nasional Indonesia. Semaoen, Alimin, dan Musso menjadi tokoh-tokoh utama Partai Komunis Indonesia serta SM Kartosoewirjo yang kemudian menjadi pemimpin Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Di rumah itu juga, tokoh-tokoh Muhammadiyah seperti KH Ahmad Dahlan dan KH Mas Mansyur sering bertukar pikiran. 

Soekarno

Soekarno ‘mondok’ di rumah Tjokroaminoto pada usia 15 tahun. Ayah Soekarno, Soekemi Sosrodihardjo, menitipkan Soekarno yang melanjutkan pendidikan di Hoogere Burger School (HBS). Saat itu, tahun 1916, Tjokroaminoto sudah menjadi Ketua Sarekat Islam, organisasi politik terbesar dan yang pertama menggagas nasionalisme.

Dalam salah satu biografinya yang ditulis Cindy Adams, Soekarno mengenang Tjokroaminoto sebagai idolanya. Dia belajar tentang menggunakan politik sebagai alat mencapai kesejahteraan rakyat. Dia belajar tentang bentuk-bentuk modern pergerakan seperti pengorganisasian massa dan perlunya menulis di media. Sesekali Soekarno menulis menggantikan Tjokro di Oetoesan Hindia dengan nama samaran Bima. Soekarno juga kerap menirukan gaya Tjokroaminoto berpidato.

SM Kartosoewirjo

Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo muda mulai tertarik pada dunia pergerakan saat bersekolah di Nederlandsch Indische Artsen School atau biasa disebut Sekolah Dokter Jawa yang berlokasi di Surabaya pada 1923. Dia gemar membaca buku-buku milik pamannya, Mas Marco Kartodikromo yang sebagian besar buku beraliran kiri dan sosialisme.

Marco dikenal sebagai wartawan dan aktivis Sarikat Islam beraliran merah. Terpengaruh berbagai bacaan itu, Kartosoewirjo terjun ke politik dengan bergabung dengan Jong Java dan kemudian Jong Islamieten Bond.

Guru utamanya di dunia pergerakan sekaligus guru agamanya adalah Hadji Oemar Said Tjokroaminoto. Kartosoewirjo begitu mengagumi dan terpesona dengan Tjokroaminoto yang sering berpidato dalam berbagai pertemuan. Kartosoewirjo melamar menjadi murid dan mulai mondok di rumah Ketua Sarekat Islam itu di Surabaya.

Untuk membayar uang pondokan, Kartosoewirjo bekerja di surat kabar Fadjar Asia milik Tjokroaminoto. Ketekunan dan kecerdasan membuatnya menjadi sekretaris pribadi Tjokroaminoto. 

Tulisan-tulisan yang berisi penentangan terhadap bangsawan Jawa (termasuk Sultan Solo) yang bekerjasama dengan Belanda menjadi ciri khas Kartosoewirjo. Dalam artikelnya tampak pandangan politiknya yang radikal. Dia juga sering mengkritik pihak nasionalis. Kartosoewirjo bersama Tjokroaminoto hingga tahun 1929.

Pada masa perang kemerdekaan 1945-1949, Kartosoewirjo terlibat aktif tetapi sikap kerasnya membuatnya sering bertolak belakang dengan pemerintah. Kekecewaannya terhadap pemerintah membulatkan tekadnya untuk membentuk Negara Islam Indonesia yang diproklamirkan pada 7 Agustus 1949. Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan Aceh bergabung. 

Perjuangan Kartosoewirjo berakhir ketika aparat keamanan menangkapnya setelah melalui perburuan panjang di wilayah Gunung Rakutak di Jawa Barat pada 4 Juni 1962. Soekarno yang menjadi presiden, teman kosnya semasa di Surabaya, adalah orang yang menandatangani eksekusi mati Kartosoewirjo pada September 1962. 

Semaoen

Semaoen adalah Ketua Partai Komunis Indonesia (PKI) pertama. Kemunculannya di panggung politik pergerakan dimulai di usia belia, 14 tahun. Saat itu, tahun 1914, ia bergabung dengan Sarekat Islam (SI) wilayah Surabaya. 

Pertemuannya dengan Henk Sneevliet tokoh komunis asal Belanda pada 1915, membuat Semaoen bergabung dengan Indische Sociaal-Democratische Vereeniging, organisasi sosial demokrat Hindia Belanda (ISDV) cabang Surabaya.

Aktivitasnya yang tinggi dalam dunia pergerakan membuatnya berhenti bekerja perusahaan kereta Belanda. Saat pindah ke Semarang, dia menjadi redaktur surat kabar VSTP berbahasa Melayu, dan Sinar Djawa-Sinar Hindia, koran Sarekat Islam Semarang.

Pada tahun 1918 dia juga menjadi anggota dewan pimpinan di Sarekat Islam (SI). Sebagai Ketua SI Semarang, Semaoen banyak terlibat dengan pemogokan buruh. Bersama-sama dengan Alimin dan Darsono, Semaoen mewujudkan cita-cita Sneevliet untuk memperbesar dan memperkuat gerakan komunis di Hindia Belanda. 

Sikap dan prinsip komunisme yang dianut Semaoen membuat renggang hubungannya dengan anggota SI lainnya. Pada 23 Mei 1920, Semaoen mengganti ISDV menjadi Partai Komunis Hindia. Tujuh bulan kemudian, namanya diubah menjadi Partai Komunis Indonesia dan Semaoen sebagai ketuanya.

PKI pada awalnya adalah bagian dari Sarekat Islam, tapi akibat perbedaan paham akhirnya membuat kedua kekuatan besar di SI ini berpisah pada bulan Oktober 1921.

Pada akhir tahun itu juga dia meninggalkan Indonesia untuk pergi ke Moskow, dan Tan Malaka menggantikannya sebagai Ketua Umum. Setelah kembali ke Indonesia pada bulan Mei 1922, dia mendapatkan kembali posisi Ketua Umum dan mencoba untuk meraih pengaruhnya kembali di SI tetapi kurang berhasil.

Peran Kanjeng Sultan HB IX saat Ibu Kota (RI) pindah ke Yogyakarta

Sejarah mencatat Ibu Kota telah beberapa kali pindah sebelum akhirnya kembali di Jakarta. Sejarah juga mencatat, Yogyakarta pernah menjadi Ibu Kota Indonesia saat republik ini baru dilahirkan.

Saat Belanda kembali datang ke Indonesia ketika membonceng Sekutu, keamanan Jakarta sebagai ibu kota Republik Indonesia terancam. Belanda bahkan bisa menduduki Jakarta 29 September 1945.

Tanggal 2 Januari 1946 Sultan HB IX mengirimkan kurir ke Jakarta dan menyarankan agar ibu kota dipindah ke Yogyakarta. Tawaran Sultan ini pun diterima dengan baik oleh Soekarno. Dua hari kemudian, tepatnya tanggal 4 Januari Ibu Kota NKRI resmi pindah ke Yogyakarta.

Keraton Yogyakarta yang saat itu di bawah kepemimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono IX memiliki juga andil besar dalam sejarah berdirinya NKRI. Bahkan saat agresi militer Belanda ke II saat Yogyakarta diserang Belanda tahun 1949 saat banyak pimpinan negara yang ditawan Belanda, Sultan bahkan menyiapkan pemerintahan darurat.

Namun Yogyakarta kembali bisa direbut dalam perang rakyat 1 Maret 1949 dan pasukan Belanda ditarik dari Yogyakarta. Tanggal 6 Juli 1949 Presiden Soekarno dan Mohammad Hatta tiba kembali di Yogyakarta dari pengasingan dan tanggal 17 Desember 1949 di Siti Hinggil Kraton Yogyakarta (bukan di Gedung Negara), Soekarno dikukuhkan sebagai Presiden RI.

Saat itulah Sultan HB IX menyerahkan dana 6 juta gulden untuk menjalankan pemerintahan Indonesia kepada Soekarno. Hal itu dikarenakan pemerintah memang belum memiliki dana untuk menjalankan roda pemerintahan.

“Yogyakarta sudah tidak punya apa-apa lagi. Silahkan lanjutkan pemerintahan ini di Jakarta,” kata Sri Sultan saat itu kepada Soekarno sembari menyerahkan selembar cek 6 juta Gulden.

Air mata Sri Sultan pun berurai kala itu. Para hadirin yang menyaksikan kejadian saat itu juga hanya bisa menyeka air mata mereka tanpa bisa berkata-kata. Presiden Soekarno pun menangis menerima selembar cek tersebut.

Kala itu memang Yogyakarta sudah tidak punya apa-apa lagi untuk menopang keuangan RI yang pindah ke Yogyakarta. Hampir semua biaya operasional untuk menjalankan roda pemerintahan, misalnya kesehatan, pendidikan, militer, dan pegawai-pegawai RI, saat itu dibiayai Keraton Kasultanan Yogyakarta.

Maka tak salah bila ada yang hingga kini menyebut bila Republik ini masih berhutang kepada Sultan sebesar 6 juta Gulden.

Kedekatan 2 Negarawan

Kedekatan 2 Negarawan

antara Tugu Pancoran dan Mobil Ir. Soekaro

Bicara soal mobil, Presiden pertama RI Soekarno juga punya cerita menarik soal mobil. Saat proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 baru saja dikumandangkan, Soekarno sudah punya mobil kenegaraan. Uniknya mobil Buick itu merupakan mobil curian. Para pemuda mencurinya dari seorang pejabat Jepang khusus untuk diberikan pada Presiden Soekarno.

Beberapa mobil diberikan negara-negara sahabat Indonesia ketika itu. Mereka terkesan dengan gaya Soekarno yang bersahabat.

Tahun 1955, Soekarno naik haji ke Mekkah. Ketika pulang, Raja Saudi menghadiahkan mobil Chrysler Crown Imperial pada Soekarno. Tentu saja Soekarno dengan senang hati menerimanya. Mobil ini menjadi salah satu mobil kesayangan Soekarno.

Saat peristiwa penggranatan Cikini, Soekarno juga sedang mengendarai mobil ini. Untungnya Soekarno selamat.

Beberapa mobil yang pernah digunakan Soekarno antara lain Cadillac 75, Mercedes-Benz 600, GAZ 13, Zil 111, Limosin Cabrio dan Chrysler Imperial. Mobil-mobil ini cukup mentereng pada masanya.

Media-media asing menuliskan Soekarno memiliki 14 buah mobil. Soekarno pun meradang atas pemberitaan itu. Dia menuding pers asing selalu mendiskreditkan dirinya.

“Ada empat buah mobil resmi dan tiga di dalam garasi untuk tamu negara. Bukan 15 seperti ditulis oleh sebuah majalah luar negeri,” tegas Soekarno dalam biografi ‘Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia’ yang ditulis Cindy Adams.

Ada lagi satu cerita soal mobil Soekarno yang cukup mengharukan.

Tahun 1967, pembangunan patung Antariksa yang sekarang dikenal sebagai patung Pancoran terhambat karena kesulitan biaya. Soekarno sedang dirawat di rumah sakit. Mendengar patung terhambat karena biaya, Soekarno meminta Edhi Sunarso menemui dia.

Soekarno kemudian menjual mobilnya dan laku Rp 1,7 juta. Oleh Soekarno uang itu diberikan pada Edhi Sunarso untuk biaya menyelesaikan patung Pancoran.

Jadi jika masyarakat Jakarta melintas Jl MT Haryono dan melewati patung Pancoran, ingatlah dulu Soekarno menjual mobilnya demi mempercantik kota ini.

Terbentuknya Kesadaran Nasional

A. PENGARUH PERLUASAN KEKUASAAN KOLONIAL, PENDIDIKAN BARAT DAN ISLAM TERHADAP MUNCULNYA NASIONALISME INDONESIA

1. Pengaruh Perluasan Kekuasaan Kolonial

Kebijakan pemerintah kolonial Barat terhadap wilayah Indonesia, termasuk eksploitasi yang telah dilakukannya, dari kerja wajib, sewa tanah, tanam paksa, dan politik pintu terbuka semuanya selalu merugikan rakyat Indonesia dan sebaliknya selalu menguntungkan pemerintah kolonial. Ketidakadilan inilah yang kemudian mendapat reaksi keras terutama dari kalangan liberal.

Setelah golongan liberal mendapat kemenangan politik di Belanda, maka muncullah perhatian untuk memajukan kemakmuran di tanah jajahan. Cara yang ditempuh antara lain mendesak pemerintah Belanda untuk meningkatkan kehidupan wilayah jajahan dengan pembangunan di tiga bidang yaitu irigasi, pendidikan, dan perpindahan penduduk.

Walaupun ada perubahan dari tanam paksa ke ekonomi liberal, tetapi praktiknya bagi rakyat sama saja. Karena perubahan dari perusahaan negara ke perusahaan swasta tidak berbeda. Kedua-duanya sama mengeksploitasi Indonesia untuk keuntungan yang sebesar-besarnya. Perbedaannya hanya terletak bahwa kini

Indonesia terbuka bagi penanaman modal asing, meskipun modal Belanda lebih diutamakan. Akibatnya terjadi internasionalisasi perdagangan di Indonesia. Perusahaan-perusahaan besar di bidang perkebunan dan pertambangan dengan modal Belanda, Inggris, Amerika, Belgia, Cina, dan Jepang muncul di Indonesia.
Diharapkan dengan adanya penanaman modal asing ini keinginan untuk memasukkan kekuasaan politik oleh negara-negara lain di Indonesia dapat dihindarkan. Namun kenyataannya ada juga pengaruh perluasan kekuasaan colonial terhadap munculnya Nasionalisme Indonesia.

Dalam politik liberal ditekankan adanya perlindungan terhadap rakyat. Tetapi kenyataannya ada kecenderungan untuk menghambat kemajuan rakyat. Sebab meningkatkan taraf hidup rakyat berarti menghendaki modal. Padahal keuntungan perusahaan terletak karena tersedianya tenaga buruh yang murah. Timbul kontradiksi yang rumit penyelesaiannya dalam hubungan politik dan ekonomi kolonial. Akibatnya rakyat tetap menderita dan hidup sengsara.

Melihat kepincangan tersebut, timbul di negeri Belanda suatu pemikiran untuk menghapuskan politik exploitasi, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Partai-partai, baik partai agama maupun sosialis, mengecam pemerintah yang selama ini hanya mengeruk keuntungan saja tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyat. Mereka menuntut adanya suatu perubahan dalam sistem pemerintahan di Indonesia, suatu perubahan yang dapat membawa peningkatan budaya rakyat pribumi.

Selaras dengan perkembangan ekonomi, pemerintah tidak dapat mengelak lagi untuk mengadakan pembangunan. Karena kemajuan pesat perusahaan-perusahaan juga berkaitan dengan kebutuhan akan sarana-sarana lainnya. Seperti komunikasi yang lancar, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.

Di bidang administrasi pemerintah, pemerintah mengadakan beberapa perubahan. Seperti memperjelas kekuasaan bupati, menciptakan undang-undang desentralisasi tahun 1903, dan pembentukan dewan-dewan kota dan daerah.

Departemen-departemen baru, seperti Departemen Pertanian (1904), Departemen Perusahaan-Perusahaan Negara (1907), dibentuk. Pada permulaan abad ke-20 dibentuk dinas-dinas seperti Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kerajinan. Sedangkan Dinas Kesehatan dan Pengajaran diperluas.

Di bidang komunikasi, pemerintah melaksanakan pembangunan jalan raya dan jaringan kereta api di Jawa dan Sumatera. Pelabuhan baru dibangun seperti Tanjung Priuk, Tanjung Perak, Teluk Bayur dan Belawan. Juga hubungan telegram dengan Eropa diadakan. Lancarnya komunikasi tidak hanya menguntungkan lalu lintas perdagangan tetapi juga menguntungkan bagi penduduk dan pemerintah umumnya.

Untuk meningkatkan kesehatan rakyat, dilakukan pemberantasan penyakit menular, seperti pes, kolera, malaria, dan sebagainya. Untuk meningkatkan pertanian, pemerintah membangun irigasi yang luas, seperti irigasi Brantas di Jawa Timur. Untuk kepentingan petani dan rakyat kecil didirikan bank-bank kredit, pertanian, bank padi, bank simpanan dan rumah-rumah gadai. Koperasi juga didirikan tetapi kurang mendapat kemajuan. Meskipun usaha ini tidak berhasil mendorong produksi pribumi, tetapi telah berhasil mendidik rakyat tentang penggunaan uang.

Untuk mengurangi kepadatan penduduk suatu daerah di Jawa, pemerintah melaksanakan transmigrasi. Daerah sasaran utama ialah Sumatera Timur untuk buruh perkebunan dan Lampung. Meskipun pemerintah telah dapat melaksanakan pembangunan di berbagai bidang akan tetapi tujuan utamanya adalah untuk kepentingan pemerintah colonial dan kaum kapitalis (pemilik modal), hasilnya tidak begitu terasa bagi rakyat. Bahkan kehidupan rakyat semakin tergantung kepada pengusaha dan pemilik modal sebagai penyewa tanah dan pembeli tenaganya.

Tingkat kehidupan ekonomi rakyat masih tetap rendah. Perbedaan di bidang ekonomi, sosial, dan politik antara golongan Barat/asing dengan golongan pribumi sangat besar. Bahkan diskriminasi berdasarkan warna kulit semakin kuat.

Penderitaan dan keterbelakangan rakyat yang berkepanjangan akibat penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial menimbulkan rasa kebencian yang mendalam. Di tambah adanya diskriminasi terhadap warna kulit untuk golongan Bumi Putera maka kebencian dan rasa tidak puas semakin memuncak, yang akhirnya timbul keberanian untuk bangkit dan menentang kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial dan ada sebagian rakyat yang mengadakan perlawanan untuk membela martabat rakyat dan bangsanya. Itulah semangat nasionalisme mulai muncul pada diri rakyat Indonesia.

2. Pengaruh Perkembangan Pendidikan Barat

Kebutuhan akan tenaga-tenaga terdidik dan ahli, mendorong pemerintah untuk mendirikan sekolah dasar, sekolah menengah, sekolah pamongpraja. Juga didirikan beberapa perguruan tinggi seperti Perguruan Tinggi Kedokteran, Perguruan Tinggi Teknik, Perguruan Tinggi Hukum, dan Perguruan Tinggi Pertanian. Bidang pendidikan ini tidak hanya dilaksanakan oleh pemerintah tetapi juga oleh swasta, yaitu swasta asing missie dan zending, dan swasta pribumi.

Dari hasil pendidikan telah menumbuhkan suatu golongan cerdik-pandai dikalangan rakyat Indonesia. Golongan ini sadar akan dirinya dan keadaan yang serba terbelakang dari masyarakatnya. Mereka mulai bangkit menjadi suatu kekuatan sosial baru, yang berjuang untuk perbaikan nasib bagi rakyat Indonesia. Tidak hanya kesejahteraan yang mereka tuntut tetapi juga kemerdekaan nasional. Gerakan yang mereka lakukan disebut Pergerakan Nasional. Menghadapi keadaan baru di kalangan rakyat tersebut, di pihak kolonialis terdapat perbedaan pendapat.

Di satu pihak ada pendapat bahwa nasionalisme dapat dihadapi dengan memperluas lembaga-lembaga pendidikan, dan alat-alat pemerintahan dalam bidang sosial. Kepada pemerintah dianjurkan agar menilai situasi Indonesia sesuai dengan keadaannya. Di pihak lain para penguasa, terutama gubernur jenderal sangat mengkhawatirkan akan perkembangan baru ini, karena dipandang dapat mengancam kelangsungan hidup kolonialisme Belanda. Keadaan serupa juga terdapat di kalangan Belanda yang konservatif, baik pegawai pemerintah maupun pengusaha-pengusaha. Untuk itu munculnya Nasionalisme Indonesia selalu diawasi oleh pemerintah kolonial Belanda.

Didirikannya sekolah-sekolah pada zaman kolonial sudah tentu tujuannya yang utama adalah untuk kepentingan pemerintah kolonial. Jenis, tingkat, dan mutu sekolah tersebut juga disesuaikan dengan kebutuhan pada waktu itu. Terutama untuk memperoleh tenaga-tenaga bawahan (kasar) yang terdidik. Karena itu menjelang akhir abad ke-19 sekolah yang disebut ”modern” terbatas sekali. Mula-mula diperkenalkan kepada rakyat pribumi dua macam sekolah dasar, yaitu sebagai berikut.
a. Sekolah Kelas Dua, ialah sekolah untuk mendidik calon-calon pegawai rendah; muridnya berasal dari golongan masyarakat biasa.
b. Sekolah Kelas Satu, khusus untuk anak-anak dari golongan masyarakat menengah. Untuk anak-anak Eropa dan orang asing lainnya didirikan sekolah yang hanya khusus untuk mereka.

Sejak awal abad ke-20 diperkenalkan sistem sekolah desa. Penyelenggaraan sekolah ini tergantung kepada kemampuan masyarakat setempat. Pemerintah hanya memberikan subsidi dan pengawasan. Lama belajar adalah tiga tahun. Mata pelajaran yang diajarkan ialah membaca, menulis, dan berhitung. Jadi sangat terbatas sekali. Tetapi murid-murid yang terpandai dan terpilih dapat melanjutkan ke sekolah sambungan. Sekolah setingkat SD untuk anak keturunan Eropa adalah ELS (Europese Lagere School). Ada juga sekolah guru (Kweek School), dan sekolah menengah dagang modern (MMHS). Untuk anak-anak golongan atas didirikan sekolah HIS (=Sekolah Dasar). Pada sekolah ini bahasa Belanda juga menjadi bahasa pengantar. Setelah lulus mereka dapat melanjutkan ke MULO(SMP) dan seterusnya ke AMS (SMA).

Akan tetapi tidak semua murid yang lulus dapat melanjutkan pelajarannya. Ada beberapa syarat tertentu yang harus dipenuhi. Antara lain harus mengikuti testing, dan ditinjau kedudukan dan penghasilan orang tuanya. Untuk melanjutkan ke perguruan tinggi pada mulanya tentu harus ke Eropa (Negeri Belanda). Sejak tahun 1920 keadaan itu agak berkurang karena beberapa perguruan tinggi telah ada di Indonesia. Seperti sekolah kedokteran (STOVIA), sekolah hokum (Rechts Hoge School), sekolah teknik (THS).

Di samping sekolah umum juga ada sekolah kejuruan. Seperti sekolah pamongpraja, sekolah guru, sekolah teknik, sekolah dagang, dan sebagainya. Sudah tentu di samping adanya sekolah pemerintah juga ada sekolah swasta. Baik swasta asing maupun swasta pribumi. Sekolah yang diusahakan swasta asing, yaitu missi dan zending, di beberapa daerah bahkan mengalahkan peranan sekolah pemerintah. Seperti di daerah bahkan mengalahkan peranan sekolah pemerintah. Seperti di daerah Sulawesi Utara dan Tapanuli Utara.

Sekolah swasta pribumi biasanya didirikan oleh organisasi partai atau organisasi keagamaan. Seperti sekolah-sekolah yang didirikan Sarekat Islam dan Muhammadiyah. Juga terkenal sekolah-sekolah Taman Siswa, Ksatrian Institut, Perguruan Rakyat dan INS Kayutanam. Penyebaran pendidikan melalui sekolah, walaupun tidak merata, telah terjadi di seluruh Indonesia. Daerah di mana kekuasaan pemerintah telah berakar sampai ke desa-desa, penyebarannya sudah luas sekali. Umumnya antara tahun 1910 – 1930 merupakan masa subur bagi perluasan pendidikan.

Penyebaran pendidikan yang bercorak Barat, berbagai macam ilmu diajarkan, memperluas pula dengan cepat lapangan kerja baru. Seseorang akan menjadi ahli hanya pada ilmu yang dipelajarinya. Ia akan bekerja sesuai dengan ilmu yang dimilikinya. Di samping itu pelajar-pelajar dan mahasiswa yang berasal dari lingkungan dan adat-istiadat yang berbeda, kini memiliki pola berpikir yang sama.
Dengan demikian komunikasi antara mereka menjadi lebih mudah. Hal ini sangat menguntungkan dalam Pergerakan Nasional. Dan dengan ilmu yang mereka terima, mereka menjadi lebih dapat mengenal lingkungan masing-masing. Inilah yang kemudian mendorong munculnya Nasionalisme Indonesia.

3. Pengaruh Perkembangan Pendidikan Islam

Pertumbuhan corak pendidikan modern yang diusahakan oleh pemerintah, juga mempengaruhi tumbuhnya sekolah swasta. Beberapa perguruan swasta seperti Taman Siswa, Ksatrian Institut, INS Kayutanam dan Perguruan Rakyat berusaha juga mengembangkan budaya nasional untuk mengimbangi pengaruh budaya Barat.
Di samping itu sekolah-sekolah agama mulai pula memperbaharui sistem dan metode pengajaran mereka. Berbagai jenis pengajaran umum mulai diperkenalkan, terutama sekolah-sekolah yang diusahakan oleh pembaharu-pembaharu Islam. Di beberapa daerah, sekolah jenis ini berkembang dengan pesat, seperti sekolah-sekolah Islam di Sumatera Barat dan sekolah yang diusahakan oleh Muhammadiyah maupun Sarekat Islam. Sekolah yang didirikan oleh Sarekat Islam pertama kali berdiri di Semarang pada tanggal 21 Juni 1921 dengan kepala sekolah bernama Tan Malaka. Tan Malaka adalah lulusan sekolah guru untuk Bumi Putera di Bukit Tinggi. Melalui sekolah yang dipimpinnya itu, ia ingin mencapai tiga tujuan yaitu sebagai berikut:
1. Memberi bekal yang cukup, agar anak-anak didik dapat mencari penghidupannya dalam dunia kapitalis (dengan memberikan pelajaran berhitung, menulis, membaca, sejarah, ilmu bumi, bahasa Jawa, Melayu, Belanda, dan lain-lain).
2. Menunjukkan kewajibannya terhadap rakyat. Supaya anak-anak lulusan sekolah ini di kemudian hari tidak melupakan rakyat justru harus menaikkan derajat rakyat.
3. Memberikan hak kepada murid-murid untuk bersuka cita melalui kehidupan perkumpulan-perkumpulan.

Perkumpulan anak-anak merupakan suatu sekolah tersendiri, yang besar artinya untuk mendidik rasa dan pikiran merdeka, mendidik untuk memikirkan dan menjalankan persaingan dalam pergaulan hidup, mendidik untuk lancar dan berani berbicara. Ikatan politik sesama siswa Sarekat Islam perlu dibina dan dikembangkan dengan tujuan bahwa mereka kelak akan hidup berdampingan dengan rakyat dalam perjuangan ekonomi dan politik. Dalam waktu singkat, sekolah Sarekat Islam ini sudah menjadi 12 cabang dengan jumlah siswa + 3.000 orang. Kemajuan pesat sekolah SI antara lain disebabkan karena pemerintah sendiri belum mampu untuk mengadakan sekolah yang mencukupi untuk penduduk Bumi Putera.
Pendidikan Islam tidak hanya melalui jenis sekolah agama, tetapi juga melalui pesantren, madrasah dan surau. Pesantren dan madrasah yang digerakkan oleh kaum reformis Islam merupakan jenis sekolah yang coraknya bertolak belakan g dengan sekolah yang didirikan oleh
pemerintah, baik dari sudut isi pengajaran, cara pendidikan maupun dari kemungkinan yang bisa diharapkan oleh seorang siswa. Sekolah yang berusaha untuk memberi dasar ideologi antara lain Taman Siswa, INS Kayutanam dan Muhammadiyah. Terutama di sekolah Muhammadiyah, siswa dididik selain pelajaran agama, juga pelajaran umum.
Akibat lain dari meluasnya pengajaran ini ialah berkembangnya berbagai ideologi. Karena pelajar berasal dari berbagai daerah dan lingkungan budaya serta tingkat sosial dan ekonomi yang berbeda, cara mereka menilai lingkungan berbeda-beda pula. Karena rumusan citacita mereka berbeda-beda pula. Sebagian dari mereka mengkaitkan diri dengan kebangkitan Islam.
Dari hasil pendidikan Islam, akan muncul pula cendikiawan Islam, ulama dan kyai yang mempelopori Pergerakan Nasional. Mereka mendorong masyarakat untuk mencintai tanah air dan agamanya. Pergerakan tersebut tidak hanya bersifat kedaerahan tetapi terus meluas ke Nasional. Akhirnya munculah jiwa Nasionalisme Indonesia.

B. Peranan Golongan Terpelajar, Profesional dan Pers dalam Menumbuhkembangkan Kesadaran Nasional Indonesia

Salah satu realisasi dari pelaksanaan politik etis adalah didirikannya sekolahsekolah di Indonesia. Walaupun sebenarnya sekolah-sekolah tersebut untuk kepentingan pemerintah Belanda. Namun ada juga rakyat Indonesia yang mengenyam pendidikan. Golongan inilah yang nanti sangat berperan dalam menumbuhkembangkan kesadaran Nasional Indonesia. Golongan inilah yang
kemudian disebut golongan terpelajar.

1. Timbulnya Golongan Terpelajar dan Profesional
Dalam masyarakat secara umum terdapat tiga lapisan berdasarkan status
sosialnya, yaitu sebagai berikut.
a. Lapisan bawah, yang biasanya disebut rakyat jelata. Yaitu terdiri dari para buruh, tani biasa, nelayan dan sebagainya.
b. Lapisan menengah yaitu terdiri dari para pedagang, petani-petani kaya, dan para pegawai yang terdiri dari berbagai profesi.
c. Lapisan atas yaitu biasa disebut golongan elite. Golongan elite ialah orang-orang yang sangat dihormati di dalam masyarakat.

Biasanya mereka adalah keturunan bangsawan atau kerabat raja dan pemukapemuka agama, seperti ulama dan kyai yang sangat berpengaruh di dalam masyarakat. Golongan ini pada umumnya sudah banyak mengenyam pendidikan.
Sebelum abad ke-20, kesadaran Nasional Indonesia belum berkembang mantap. Golongan elite dan golongan terpelajar terdapat di dalam masyarakat masih bersifat kedaerahan. Mereka hanya terpandang dan dihormati terbatas dalam lingkungan daerah masih-masing. Kekuasaan pemerintah kolonial Belanda yang telah menguasai daerah-daerah di Indonesia ternyata tidak merubah kedudukan golongan elite tersebut.

Hal ini disebabkan karena tenaga dan kekuasaan mereka tetap dipertahankan oleh pemerintah kolonial, untuk membantu kelancaran administrasi pemerintah kolonial. Selain itu kebijakan ini untuk menghemat biaya pemerintah dan murahnya tenaga bangsa Indonesia.

Politik etis yang dijalankan di Indonesia pada akhir abad ke-19 mulai mengubah keadaan yang tradisional tersebut. Perluasan pengajaran dan pengaruh penerobosan ekonomi uang telah memungkinkan terjadinya pergeseran-pergeseran dan perubahan status sosial seseorang. Kota-kota besar yang menjadi pusat pengajaran/pendidikan, perdagangan, dan industri merupakan tempat bertemunya pelajar-pelajar dan pemuda-pemuda dari berbagai daerah yang berbeda-beda adat-istiadat dan kedudukan sosial mereka. Ilmu yang sama-sama mereka terima dari bangku sekolah memberikan kepada mereka suatu keseragaman berpikir mengenai sesuatu.

Hal ini memudahkan pendekatan-pendekatan sesama mereka. Khususnya dalam diskusi-diksusi yang dilakukan. Semua aspek yang terjadi di dalam masyarakat, mereka bicarakan dan perbandingkan antara satu daerah dengan daerah lainnya sehingga diperoleh suatu kesimpulan bersama. Kesimpulan mereka bahwa tanpa pendidikan, kemajuan bangsa Indonesia akan lambat. Dalam bidang politik dapat dilihat tekad organisasi-organisasi daerah dan partai-partai politik untuk persatuan dan kesatuan bangsa. Jadi kelihatan secara lambat laun bahwa jangkauan pemikiran mereka sudah keluar dari batas daerah masingmasing.

Muncullah waktu itu beberapa tokoh pemimpin nasionalis yang berpengaruh di kalangan rakyat, seperti dr. Sutomo, HOS. Tjokroaminoto, dr. Tjipto Mangunkusumo, H. Agus Salim dan Abdul Moeis pada masa-masa awal Pergerakan Nasional; Ir. Sukarno, Drs. Moh. Hatta, Sutan Sjahrir, Mr. Muh. Yamin dan sebagainya pada waktu berikutnya.

2. Peranan Golongan Terpelajar dan Profesionalisme dalam Perkembangan Kesadaran Nasional Indonesia

Dalam menumbuhkan golongan terpelajar ini pengaruh sistim pendidikan Barat, terutama di perguruan tinggi, sangat menonjol. Dengan ilmu, mereka mencari ide dan pemikiran sendiri untuk kemajuan masyarakat. Keahlian seseorang dalam suatu ilmu mendesak keturunan sebagai ukuran bagi penentuan status seseorang. Kaum terpelajar yang tumbuh menjadi elite nasional sadar bahwa belenggu tradisional yang mengikat daerah-daerah, dan juga diskriminasi rasial yang dijalankan pemerintah kolonial, sangat menghambat bagi cita-cita nasionalisme Indonesia, yaitu menggalang persatuan nasional dan mencapai kemerdekaan nasional.
Elite nasional yang telah mempunyai dasar baru dalam memandang masyarakat sekitarnya, yaitu nasionalisme Indonesia, berusaha merubah pandangan yang bertolak dari lingkungan daerahnya masing-masing. Mereka yakin bahwa cita-cita kemerdekaan Indonesia hanya akan berhasil apabila nasionalisme telah tumbuh dengan subur sehingga merupakan kekuatan yang merata yang mengikat semua suku di Indonesia dalam ikatan persatuan nasional yang kokoh. Mereka juga sadar bahwa untuk mempercepat proses tercapainya hal tersebut perlu diadakan organisasi terhadap rakyat dengan membentuk partai dan perserikatan massa yang mempunyai keanggotaan luas.

Ada beberapa faktor yang memudahkan proses pertumbuhan nasionalisme itu, yakni : pendidikan, bahasa dan media komunikasi massa (surat kabar, majalah, buku, dan brosur).
Pemimpin-pemimpin pergerakan nasional sadar, bahwa langkah pertama untuk mengembangkan nasionalisme adalah melalui pendidikan. Karena itu partai-partai politik maupun tokoh nasionalis secara perorangan mendirikan sekolah-sekolah (dengan berbagai macam dan tingkat) yang tujuannya di samping untuk mendidik kader-kader partai juga mendidik murid-muridnya dalam iklim nasionalisme. Adalah menarik bahwa kaum ibu Indonesia yang dipelopori oleh R.A. Kartini juga telah membantu pertumbuhan nasionalisme di kalangan kaum wanita. Kongres Wanita Pertama tanggal 22 Desember 1928 di Yogyakarta memperkuat peranan wanita dalam Pergerakan Nasional.

Puncak peranan elite nasional dalam menumbuhkan nasionalisme tercapai dengan diucapkannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 dalam Kongres Pemuda di Jakarta. Satu nusa, satu bangsa, satu bahasa : Indonesia. Di sini dengan tegas telah dipatrikan arti nasionalisme Indonesia untuk wilayah dari Sabang sampai Merauke. Semenjak itu bahasa Melayu disebut bahasa Indonesia, yang penggunaannya kemudian semakin luas. Lagu Indonesia Raya karangan W.R. Supratman yang diperdengarkan pada Kongres Pemuda tahun 1928 itu makin memantapkan rasa nasionalisme itu.

Peranan para profesional yang terdiri dari para dokter, ahli hukum, insinyur, seniman, ahli pertanian, ahli kehewanan, para pendidik, dengan kesadarannya menulis di dalam pers Indonesia dan organisasi pergerakan. Dengan demikian, mereka telah ikut serta dalam pendidikan nasional bagi rakyat Indonesia.

3. Peranan Pers (Media Komunikasi) dalam Perkembangan Kesadaran Nasional Indonesia

Pers atau media komunikasi memegang peranan sangat penting dalam menyadarkan rakyat Indonesia dalam menempuh perjuangan. Di bidang media komunikasi massa puluhan surat kabar dan majalah yang diterbitkan oleh orang Indonesia pada waktu itu. Menyerukan agar rakyat Indonesia bangkit dan bersatu-padu untuk menghadapi imperialisme, kolonialisme, dan kapitalisme Belanda.

Kemiskinan, kesengsaraan dan keterbelakangan sebagai rakyat terjajah akan dapat diatasi apabila rakyat di tiap daerah bersatu untuk berjuang mencapai kemerdekaan. Pers memang merupakan alat komunikasi massa yang sangat tepat untuk menggerakkan semangat perjuangan karena langsung berhubungan dengan masyarakat luas. Meskipun pers masih terbatas pada pers cetak yang jumlahnya masih terlalu sedikit, ternyata peranannya sangat besar. Khususnya dalam membangkitkan rasa kebangsaan dan persatuan. Melalui pers perkembangan setiap pergerakan dapat segera diketahui masyarakat, baik masyarakat pergerakan maupun masyarakat pada umumnya. Sejalan dengan perkembangan pergerakan, berkembang pula kesadaran masyarakat akan arti pers dalam perjuangan mencapai kemerdekaan.

Pers yang ada pada waktu itu, pada umumnya berupa harian surat kabar dan majalah. Beberapa surat kabar yang terkenal waktu itu ialah De Expres, Oetoesan Hindia, dan lain-lain. Majalah yang banyak pengaruhnya adalah Indonesia Merdeka yang diterbitkan oleh Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda. Tidak heran bila banyak dari surat kabar dan majalah itu dibrangus oleh pemerintah kolonial karena dipandang sangat berbahaya.

Contoh surat kabar yang terbit, yang sangat mempengaruhi kesadaran rakyat Indonesia, antara lain adalah sebagai berikut.
a) Bintang Soerabaja (1861) di Surabaya
Surat kabar ini merupakan surat kabar berbahasa Melayu yang tertua di Indonesia. Isinya selalu menentang pemerintah dan berpengaruh di kalangan orang-orang Cina dari partai modern di Jawa Timur. Pemimpin redaksi surat kabar ini adalah Courant.
b) Medan Prijaji (1907) di Bandung
Surat kabar ini merupakan pelopor pers nasional pemimpin redaksinya adalah RM. Tirtoadisuryo. Ia adalah orang pertama Indonesia yang bergerak di bidang penerbitan dan percetakan. Ia juga dianggap sebagai wartawan pertama di Indonesia yang menggunakan surat kabar sebagai alat untuk membentuk pendapat umum.
Karena karangan-karangannya yang tajam terhadap penguasa, maka Tirtoadisuryo pernah dibuang ke Lampung. Tetapi dari tempat pembuangan itupun ia masih terus menulis karangan-karangan yang bercorak membela nasib rakyat kecil serta melawan penindasan dari pemerintah kolonial.
c) De Expres (1912) di Bandung
Dalam surat kabar De Expres terdapat karangan-karangan Douwes Dekker dengan nama samaran Dr. Setyabudi banyak menulis dalam kaitannya dengan kesadaran Nasional. Walaupun surat kabar ini terbit dalam bahasa Belanda, namun isinya berhubungan dengan masa depan Hindia Belanda. Pokok-pokok pikiran yangkemudian merupakan landasan kesatuan dan perjuangan Kemerdekaan Indonesia.
Surat kabar De Expres diterbitkan oleh Indische Partij, yang dipimpin oleh Tiga Serangkai. Karena banyak mengkritik pemerintah akhirnya para tokohnya ditangkap dan diasingkan.
d) Oetoesan Hindia (1913) di Surabaya
Oetoesan Hindia adalah surat kabar yang dikelola oleh Sarekat Islam dengan pimpinan HOS Tjokroaminoto, Sosrobroto dan Tirtodanudjo. Karangan-karangannya sangat kritis yang isinya mencerminkan dunia pergerakan, politik, ekonomi, dan perburuhan.
e) Saroetomo (1912) di Surakarta
Saroetomo adalah surat kabar yang dimiliki oleh Sarikat Islam. Dengan munculnya penulis Mas Marco Dikromo tulisannya semakin banyak dibaca. Mas Marco mengomentari cara kerja komisi untuk menyelidiki sebab-sebab kemunduran dan kemakmuran rakyat Bumi Putera.
f) Hindia Putera (1916) di Belanda
Hindia Putera adalah majalah berbahasa Belanda yang diterbitkan oleh tokoh Tiga Serangkai yang dibuang ke Nederland, yaitu R.M. Suwardi Suryaningrat lewat majalah ini, mereka berhasil mempertahankan arah perjuangan mereka. Apalagi setelah Hindia Putera juga terbit dalam bahasa Melayu (Indonesia) sehingga dapat dibaca oleh Bumi Putera.
g) Indonesia Merdeka (1924) di Belanda
Majalah ini merupakan kelanjutan dari Hindia Putera. Isi dan corak karangankarangan
majalah ini merupakan aksi untuk mencapai tujuan Perhimpunan Indonesia (PI), terutama untuk memperkuat cita-cita kesatuan bangsa Indonesia.

C. Perkembangan Pergerakan Nasional yang Bersifat Etnik, Kedaerahan, Keagamaan, dan Terbentuknya Nasionalisme Indonesia

Dilaksanakan politik etis membawa dampak positif bagi bangsa Indonesia yaitu lahirnya golongan cendekiawan atau terpelajar. Golongan inilah yang nantinya mulai sadar akan nasib bangsanya yang terbelakang di segala bidang akibat penjajahan. Oleh karena itu, mereka bangkit menjadi penggerak perjuangan bangsa Indonesia dengan membentuk organisasi pergerakan nasional.
Pergerakan Nasional Indonesia didorong oleh faktor dari dalam negeri dan factor dari luar negeri.

1. Faktor dari Dalam Negeri
Faktor-faktor dari dalam negeri yang mendorong munculnya pergerakan nasional di antaranya adalah:
a. Penderitaan Rakyat yang Berkepanjangan
Penjajahan yang pada hakekatnya merupakan penderitaan, karena potensi bangsa terjajah dikuasai untuk kepentingan penjajah. Bangsa Indonesia mengalami zaman penjajahan yang panjang dan menyengsarakan sejak kedatangan Portugis, Inggris, dan Belanda. Kebencian rakyat muncul karena adanya jurang pemisah yang lebar antara bangsa Barat dengan rakyat Bhumiputra. Penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial meliputi berbagai aspek kehidupan yang mengakibatkan penderitaan rakyat sehingga memunculkan kesadaran nasional dan mulai memahami perlunya menggalang persatuan. Atas prakarsa kaum terpelajar maka keinginan itu menjadi kenyataan dalam bentuk pergerakan nasional. Mereka menyadari hanya dengan persatuan dan kesatuan itulah akan terbentuk sesuatu kekuatan yang besar untuk mencapai kemenangan.
b. Lahirnya Golongan Terpelajar
Suatu kenyataan bahwa para pelopor pergerakan nasional terdiri atas para pelajar STOVIA (sekolah ”dokter Hindia”). Para lulusan dokter Hindia ini sangat peka terhadap penderitaan rakyat karena tugas yang diemban berupa pengabdian terhadap kondisi masyarakat. Dengan intelektualnya, mereka memiliki gagasan untuk mengembangkan taktik perjuangan dengan berorganisasi. Inilah peran penting kaum terpelajar yang hendaknya menjadi pelopor di masyarakat.
c. Mengenang Kejayaan Masa Lampau yang Gemilang
Kejayaan masa lampau bangsa Indonesia pada zaman Sriwijaya dan Majapahit dapat menggugah semangat nasionalisme golongan terpelajar sehingga berupaya melepaskan diri dari penjajah Belanda.

2. Faktor dari Luar Negeri
Faktor-faktor dari luar negeri yang mendorong munculnya pergerakan nasional di antaranya adalah sebagai berikut.
a. Kemenangan Jepang atas Rusia dalam tahun 1905.
b. Kebangkitan Nasional negara-negara tetangga seperti India, Philipina, Cina, dan Turki.
c. Masuknya paham-paham baru seperti nasionalisme dan demokrasi.

3. Masa Awal Perkembangan
Perkembangan pergerakan nasional di Indonesia, antara lain sebagai berikut.

a. Budi Utomo (BU)
Seorang dokter Jawa bernama dr. Wahidin Sudirohusodo pada tahun 1906 dan 1907 meng-adakan perjalanan kampanye di kalangan priyayi di pulau Jawa. Ia menyampaikan pendapat untuk memajukan bangsanya melalui pendidikan. Pendidikan ini akan diusahakan sendiri tanpa bantuan pemerintah kolonial dengan mendirikan Dana Pelajar atau Studiefonds, untuk membantu para pelajar yang kurang mampu agar dapat melanjutkan sekolah.
Dalam perjalanannya, pada akhir tahun 1907 dr. Wahidin Sudirohusodo bertemu dengan Sutomo, mahasiswa STOVIA di Jakarta. Sutomo menyampaikan gagasan dr. Wahidin Sudirohusodo kepada teman-temannya di STOVIA. Mahasiswa-mahasiswa STOVIA yang sudah memiliki citacita meningkatkan kedudukan dan martabat bangsa itu terdorong oleh kampanye yang dilakukan dr. Wahidin Sudirohusodo.
Pada hari Rabu tanggal 20 Mei 1908, Sutomo dan kawan-kawannya berkumpul di ruang anatomi gedung STOVIA. Mereka sepakat mendirikan organisasi Budi Utomo. Para mahasiswa yang tergabung dalam Budi Utomo ini adalah Sutomo sebagai ketua, Moh. Sulaeman sebagai Wakil Ketua, Gondo Suwarno sebagai Sekretaris I, Gunawan Mangunkusumo sebagai Sekretaris II, Angka sebagai bendahara, Muhammad Saleh dan Suwarno sebagai komisaris. Juga beberapa nama lain yakni Suwardi, Samsu, Suradji, Sudibyo, dan Gumbrek.
Dari bulan Mei sampai awal Oktober 1908, Budi Utomo merupakan organisasi pelajar dengan intinya pelajar STOVIA. Tujuan organisasi ini dirumuskan secara samarsamar, yaitu kemajuan bagi Hindia, di mana jangkauan geraknya pada penduduk Jawa dan Madura. Dalam waktu singkat di beberapa kota berdiri cabang-cabang Budi Utomo yakni Bogor, Bandung, Yogyakarta, Magelang, Surabaya, dan Probolinggo.
Pada tanggal 3 – 5 Oktober 1908, Budi Utomo mengadakan kongres yang pertama di Yogyakarta. Dalam kongres itu ditetapkan tujuan Budi Utomo adalah kemajuan yang selaras (harmonis) buat negeri dan bangsa, terutama dengan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan dan dagang, teknik dan industri, dan kebudayaan (kesenian dan ilmu). Sebagai ketua Pengurus Besar yang pertama dipilih R.T.A. Tirtokusumo, bupati Karanganyar. Ia menjabat sampai tahun 1911.
Kemudian jabatan ketua Budi Utomo berturut-turut adalah Pangeran Aryo Notodirodjo (1911-1914), R.Ng. Wedyodipuro (Radjiman Wedyodiningrat) tahun 1914-1915, kemudian R.M. Ario Suryo Suparto (1915). Setelah kepengurusan Budi Utomo dipegang golongan tua maka para pelajar menyingkir dari barisan depan.
Budi Utomo semakin lamban kegiatannya setelah keluarnya Cipto Mangunkusumo dan Suryodiputro. Aktivitas Budi Utomo pada waktu itu terbatas pada penerbitan Majalah Goeroe Desa. Sejak tahun 1912 ketika Pangeran Notodirodjo menjabat ketua, Budi Utomo berusaha mengejar ketinggalan tetapi tidak banyak hasilnya karena saat itu muncul organisasi-organisasi lain seperti Sarekat Islam dan IndishcePartij.
Sejak pecahnya Perang Dunia I pada tahun 1914 sampai 1919 terlihat usaha-usaha Budi Utomo terjun ke bidang politik. Akan tetapi karena tidak mendapat dukungan massa maka kedudukan secara politik kurang begitu penting. Namun ada hal yang penting yakni bahwa Budi Utomo merupakan organisasi social kebangsaan yang pertama berdiri di Indonesia dan di situlah terdapat benih semangat nasional yang pertama. Oleh karena itu tanggal kelahiran Budi Utomo, 20 Mei, diperingati sebagai hari Kebangkitan Nasional.

b. Sarekat Islam (SI)
Pada tahun 1909, Raden Mas Tirtoadisuryo mendirikan perkumpulan dagang di Jakarta dengan nama Sarekat Dagang Islam (SDI). H. Samanhudi seorang pedagang batik dari Laweyan Solo merasa tertarik dengan organisasi dagang ini. Akhirnya ia mendirikan Sarekat Dagang Islam di Solo pada akhir tahun 1911. Tujuannya adalah untuk memajukan agama, dan untuk memperkuat diri bagi golongan pedagang-pedagang Indonesia terhadap pedagangpedagang Cina.
Pada waktu itu pedagang Cina memegang peranan penting dalam leveransir bahan-bahan yang diperlukan oleh perusahaan batik. Dalam mendirikan Sarekat Dagang Islam di Solo, H. Samanhudi mengajak pedagang-pedagang batik terkenal di antaranya M.Asmodimejo, M. Kertotaruno, M. Sumowerdoyo, dan H.M. Abdulrajak. Organisasi yang baru didirikan tersebut diketuai oleh H. Samanhudi. Berdirinya Sarekat Islam selain didorong oleh factor ekonomi juga dilandasi oleh faktor agama.
Pada tanggal 10 September 1912, Sarekat Dagang Islam diubah menjadi Sarekat Islam. Hal ini dilakukan atas saran Haji Oemar Said Tjokroaminoto, seorang pelajar Indonesia yang bekerja pada perusahaan dagang di Surabaya. Alasan perubahan nama ini adalah agar perkumpulan itu jangkauannya lebih luas tidak terbatas pada golongan pedagang saja.
Tujuan Sarekat Islam sesuai anggaran dasarnya adalah sebagai berikut.
1) Memajukan perdagangan.
2) Memberikan pertolongan kepada anggota-anggota yang mengalami kesulitan.
3) Memajukan kepentingan rokhani dan jasmani dari penduduk asli.
4) Memajukan kehidupan agama Islam.
Dalam waktu singkat Sarekat Islam berhasil mendapat anggota di kalangan rakyat banyak sehingga meluas menjadi organisasi massa yang pertama di Indonesia. Hal ini berbeda dengan Budi Utomo yang dalam praktiknya hanya beranggotakan rakyat dari golongan atas.
Walaupun tujuan Sarekat Islam yang dirumuskan tidak bersifat politik, akan tetapi kegiatan-kegiatannya memperjuangkan keadilan dan kebenaran dari penindasan pemerintah kolonial. Kenyataan ini membuat pemerintah Hindia Belanda merasa khawatir. Oleh karena itu, yang mendapat ijin pendirian hanya tingkat lokal/cabang. Sedangkan ijin pendirian Sarekat Islam tingkat pusat ditolak.
Kongres pertama Sarekat Islam dilaksanakan pada tanggal 26 Januari 1913 di Surabaya dipimpin oleh H.O.S. Tjokroaminoto. Dalam kongres ini, beliau menerangkan bahwa Sarekat Islam bukan partai politik dan tidak beraksi melawan pemerintah Belanda. Pada waktu itu anggota Sarekat Islam semakin bertambah. Di Jakarta berjumlah kurang lebih 12.000 anggota.
Kongres Sarekat Islam kedua dilaksanakan di Solo. Kongres kedua ini memutuskan bahwa Sarekat Islam hanya terbuka bagi rakyat biasa sedangkan pegawai pangreh praja tidak boleh menjadi anggota. Hal ini dimaksudkan agar Sarekat Islam tetap merupakan organisasi rakyat.
Perkembangan Sarekat Islam semakin pesat. Pada tahun 1914 telah berdiri 56 Sarekat Islam Cabang. Pada bulan Februari 1915, Pimpinan Sarekat Islam membentuk pengurus pusat yang dikenal dengan Central Sarekat Islam (CSI) yang berkedudukan di Surabaya. Sebagai ketua kehormatan adalah H. Samanhudi, H.O.S. Tjokroaminoto sebagai ketua, dan Raden Gunawan sebagai wakil ketua. Pada tanggal 18 Maret 1916, Central Sarekat Islam ini mendapat pengakuan dari pemerintah Hindia – Belanda. Beberapa tokoh Sarekat Islam yang lain adalah Abdul Muis, Wignyodisastro, dan Soewardi Soerjaningrat. Ketiga orang ini merupakan pengurus SI di Bandung. Tokoh lain yang bergabung ialah K.H. Agus Salim.
Pada tanggal 17 – 24 Juni 1916, diadakan kongres Sarekat Islam yang ketiga di Bandung. Kongres ini dinamakan Kongres (SI) Nasional Pertama. Jumlah cabang SI ada 50, dan jumlah semua anggota pada waktu itu sudah mencapai 800.000. Dalam kongres ini, SI mulai melontarkan pernyataan bahwa rakyat perlu diberi kesempatan berpartisipasi dalam politik
Pada tanggal 20 – 27 Oktober 1917, SI mengadakan kongres yang keempat (Kongres Nasional Kedua) di Jakarta. Dalam kongres ini di tubuh SI terdapat perbedaan pendapat. Abdul Muis menyatakan perlunya SI berpartisipasi dalam Volksraad. Sebaliknya, Semaun dan sebagian kecil pimpinan SI menolak ikut dalam Volksraad. Perpecahan di dalam tubuh SI ini memberikan peluang kepada H.J.F.M.Sneevliet dari golongan sosialis untuk memengaruhi sejumlah anggota SI Semarang agar menjadi anggota ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereniging). Dengan taktik infiltrasi inilah golongan sosialis berhasil menyusup ke dalam tubuh SI. Seorang tokoh komunis yang pernah tinggal di Moskwa, Darsono menyatakan tidak percaya pada kepemimpinan HOS. Tjokroaminoto.
Memasuki tahun 1920 Sarekat Islam pecah menjadi dua yaitu:
1) SI yang berpaham Islam, dikenal dengan SI Putih atau golongan kanan. Kelompok ini dipimpin H.O.S. Tjokroaminoto, H. Agus Salim, dan Suryopranoto yang berpusat di Yogyakarta.
2) SI yang berpaham Marxisme atau Komunisme, dengan SI Merah atau golongan kiri. Kelompok ini dipimpin Semaun yang berpusat di Semarang.

Pada akhir tahun 1921 (dalam kongres keenam) diputuskan adanya disiplinpartai yakni larangan anggota SI merangkap dua keanggotaan partai politik. Dengan demikian kelompok Semaun dapat terdepak dari SI. Pada tahun 1923, kelompok Semaun ini secara resmi diakui sebagai cabang Partai Komunis Indonesia dengan nama Sarikat Rakyat.
Pada tanggal 17-20 Februari 1923, SI menyelenggarakan Kongres Nasional ketujuh di Madiun. Nama SI pada waktu itu diubah menjadi Partai Sarekat Islam (PSI). Kemudian atas pengaruh dr. Sukiman yang baru pulang dari Belanda, PSI diubah menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Dalam perkembangannya PSII pecah menjadi dua kelompok yakni kelompok Sukiman yang menghendaki PSII menekankan pada asas kebangsaan, dan kelompok HOS Tjokroaminoto yang menekankan pada asas agama. Kelompok Sukiman mendirikan partai baru yakni Partai Islam Indonesia (PARII). Pada tahun 1940, PSII pecah lagi menjadi PSII Kartosuwiryo. Inilah perkembangan Sarekat Islam di mana untuk mencapai tujuannya harus menghadapi berbagai tantangan.

c. Indische Partij (IP)
Indische Partij didirikan di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912. Pendirinya Dr. E.F.E. Douwes Dekker sebagai ketua sedangkan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) dan dr. Tjipto Mangunkusumo sebagai wakil ketua. Ketiga tokoh ini kemudian dikenal dengan ”Tiga Serangkai”. Adapun tujuan Indische Partij seperti yang termuat dalam anggaran dasar yaitu membangunkan patriotisme semua ”Indiers” terhadap tanah air. Juga untuk mempersiapkan kehidupan rakyat yang merdeka. Untuk mencapai tujuan tersebut ditetapkan cara-cara sebagai berikut.
1) Memelihara nasionalisme dengan cara meresapkan cita-cita kesatuan bangsa Indonesia.
2) Memberantas rasa kesombongan rasial.
3) Memberantas usaha-usaha untuk membangkitkan kebencian antar-agama.
4) Berusaha mendapatkan persamaan hak bagi semua orang Indonesia (Hindia).
5) Memperbesar pengaruh pro Hindia (Indonesia) di dalam pemerintahan.
6) Memperbaiki ekonomi rakyat Indonesia dengan memperkuat mereka yang lemah ekonominya.

Sebagai media untuk menyebarluaskan pandangan-pandangan Indische Partij digunakan surat kabar De Express. Melalui surat kabar ini Indische Partij berkembang ke berbagai daerah. Hal ini terbukti didirikannya 30 cabang IP dengan anggota sejumlah 7.300 orang yang sebagian besar merupakan Indo-Belanda, sedangkan jumlah anggota bangsa Indonesia 1500 orang.
Melihat tujuan dan cara-cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan di atas dapat dikatakan bahwa Indische Partij merupakan partai politik yang pertama kali di Indonesia. Permohonan ijin pendirian partai ditolak oleh pemerintah Hindia Belanda dan Indische Partij dinyatakan sebagai partai terlarang dengan alasan organisasi itu berdasar politik dan mengancam keamanan umum.
Pada waktu pemerintah kolonial Belanda hendak merayakan ulang tahun ke-100 kemerdekaan Negeri Belanda dari penjajahan Perancis, di Bandung dibentuklah”Komite Bumiputera”. Komite ini menerbitkan tulisan Suwardi Suryaningrat yang berjudul ”Als ik een Nederlander was …” Yang isinya merupakan sindiran tajam mengenai ketidakadilan di daerah jajahan. Dengan alasan kegiatan komite ini berbahaya maka pada bulan Agustus 1913 ketiga tokoh Indische Partij dijatuhi hukuman buangan. Douwes Dekker dibuang ke Timor Kupang, dr. Tjipto Mangunkusumo dibuang ke Banda, dan Suwardi Suryaningrat dibuang ke Bangka.Tetapi atas permintaan mereka sendiri pembuangan itu dipindahkan ke negeri Belanda. Kesempatan di negeri Belanda itu oleh mereka digunakan untuk menambah dan memperdalam ilmu.
Dengan kepergian ketiga pemimpin tersebut maka kegiatan Indische Partij makin lemah. Kemudian Indische Partij berganti nama menjadi Partai Insulinde dengan asas utamanya mendidik suatu nasionalisme Hindia dengan memperkuat cita-cita persatuan bangsa.
Kembalinya Douwes Dekker dari negeri Belanda tidak banyak berarti bagi perkembangan Partai Insulinde. Pada bulan Juni 1919 partai ini berganti nama menjadi National Indische Partij (NIP), namun partai ini tidak banyak berpengaruh terhad ap rakyat. Sedangkan pembebasan hukuman terhadap Suwardi Suryaningrat dilakukan pada bulan Juli 1918. Kemudian ia berjuang di bidang pendidikan dengan mendirikan Taman Siswa.

4. Masa Radikal

a. Perhimpunan Indonesia (PI)

Pada tahun 1908 di Negeri Belanda berdirilah organisasi para mahasiswa Indonesia yang belajar di sana. Semula organisasi ini bernama Indische vereeniging. Pendirinya antara lain Sultan Kesayangan dan R.N. Noto Suroto. Tujuan yang ingin dicapai organisasi ini adalah untuk memajukan kepentingan bersama dari orangorang yang berasal dari Indonesia di Negeri Belanda.

Pada tahun 1922, Indische Vereeniging yang bersifat sosial, beralih bersifat politik dengan nama Indonesische Vereniging. Perubahan nama ini ada hubungannya dengan timbulnya Kesadaran Nasional setelah Perang Dunia I, kedatangan tokoh-tokoh Indische Partij yang dibuang ke negeri Belanda yakni dr. Cipto Mangunkusumo, R.M. Suwardi Suryaningrat, dan E.F.F. Douwes Dekker, dan juga kedatangan mahasiswa yang belajar ke negeri Belanda yakni Ahmad Subardjo pada tahun 1919 dan Mohammad Hatta tahun 1921.
Kesadaran politik di kalangan Indische Vereeniging kemudian diperkuat lagi oleh peristiwa kedatangan Comite Indie Werbaar (Panitia Ketahanan Hindia Belanda) yang mengajukan usul kepada pemerintah untuk memperkuat ketahanan Hindia Belanda di waktu perang dengan melatih orang-orang Indonesia di bidang militer. Panitia itu terdiri atas R.Ng. Dwijosewoyo, Abdul Muis, dan Kolonel Rhemev.
Pada bulan Maret 1923, Majalah Hindia Poetra menyebutkan bahwa asas dari organisasi Indonesische Vereeniging adalah sebagai berikut: Mengusahakan suatu pemerintahan untuk Indonesia, yang bertanggung jawab hanya kepada rakyat Indonesia semata-mata, bahwa hal yang demikian itu hanya akan dapat dicapai oleh orang Indonesia sendiri bukan dengan pertolongan siapa pun juga; bahwa segala jenis perpecahan tenaga haruslah dihindarkan, supaya tujuan itu lekas tercapai. Sejak tahun 1923 Indonesische Vereeniging aktif berjuang dan mempelopori dari jauh perjuangan kemerdekaan untuk seluruh rakyat Indonesia. Majalah Hindia Poetra pada tahun 1924 diubah menjadi Indonesia Merdeka, dan pada tahun 1925 organisasi Indonesische Vereeniging diubah menjadi Perhimpunan Indonesia .
Sementara itu kegiatan PI meningkat menjadi nasional – demokratis, nonkooperasi dan meninggalkan sikap kerja sama dengan kaum penjajah, bahkan lebih bersifat internasional dan anti kolonial. Jadi asas perjuangan PI adalah self help dan non kooperatif yakni berjuang dengan kekuatan sendiri dan tidak minta bantuan pemerintah kolonial Belanda.
Dalam kongres ke-6 Liga Demokrasi Internasional untuk Perdamaian di Paris (Prancis) bulan Agustus 1926, Moh. Hatta dengan tegas menyatakan tuntutan untuk kemerdekaan Indonesia. Hal ini menambah kecurigaan pemerintah Belanda terhadap PI.
Moh. Hatta atas nama PI menandatangani perjanjian rahasia dengan Semaun (tokoh PKI) pada tanggal 5 Desember 1926. Isinya perjanjian menyatakan bahwa PKI mengakui kepemimpinan PI dan akan dikembangkan menjadi suatu partai rakyat kebangsaan Indonesia, selama PI secara konsekuen tetap menjalankan politik untuk kemerdekaan Indonesia. Semakin aktifnya tokoh-tokoh PI berhubungan dengan tokoh-tokoh politik bangsa Indonesia maupun kegiatan internasional sejak adanya manifesto politik tahun 1925, menimbulkan reaksi keras dari pemerintah Belanda. Pada tanggal 10 Juni 1927 empat anggota PI yakni Moh. Hatta, Nazir Pamuncak, Abdul Majid Joyodiningrat, dan Ali Sastroamijoyo ditangkap dan ditahan pemerintah Belanda. Mereka akhirnya dibebaskan karena tidak terbukti bersalah. Inilah sikap dari para pejuang yang memegang teguh prinsip berani karena benar.
PI merupakan organisasi politik bangsa Indonesia yang berada di luar negeri yang berhasil mempengaruhi pergerakan kebangsaan Indonesia secara berangsurangsur. Lebih-lebih setelah munculnya pernyataan politik tahun 1925. PI berperan sebagai penyemangat kepada pergerakan nasional di tanah air. Lahirnya Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) tahun 1926, Partai Nasional Indonesia (PNI) tahun 1927, dan Jong Indonesia (Pemuda Indonesia) tahun 1927 secara langsung mendapat ilham dari Perhimpunan Indonesia.

b. Partai Komunis Indonesia (PKI)
Pada masa sebelum Perang Dunia I, paham komunis masuk ke Indonesia dibawa oleh seorang pimpinan buruh Negeri Belanda bernama H.J.F.M. Sneevliet. Ia adalah anggota Partai Buruh Sosial Demokrat atau Sociaal Democratische Arbeiderspartij. Semula ia tinggal di Surabaya sebagai staf redaksi sebuah surat kabar kemudian dipindahkan ke Semarang dan menjadi sekretaris pada Semarangse Handelsblad.
Pada tanggal 9 Mei 1914, Sneevliet bersama rekan-rekannya, J.A. Brandsteder, H.W. Dekker dan P. Bergsma, mendirikan organisasi yang dinamakan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV). Haluan organisasi ini adalah Marxisme.
Pada mulanya ISDV tidak berkembang, maka untuk mencari anggota mereka cara menyusup ke tubuh partai-partai lain. Ketika tidak berhasil, mereka mendekati Insulinde maka diarahkan ke dalam Sarekat Islam. Taktik ini berhasil sehingga SI pecah menjadi dua kubu dan muncullah pemimpin ranting dalam ISDV yang berhaluan marxis seperti Semaun dan Darsono. Pada tanggal 23 Mei 1920, oleh Baars, Bergsma, dan Semaun beserta kawankawannya, ISDV diubah menjadi Partai Komunis Hindia. Kemudian pada bulan Desember 1920, Partai ini diubah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Susunan pengurus baru organisasi ini, antara lain Semaun sebagai ketua, Darsono sebagai wakil ketua, Bergsma sebagai sekretaris, Dekker sebagai bendahara, Baars, Sugono, dan lain-lain sebagai anggota pengurus.
Pada tahun 1923, PKI semakin kuat dengan bergabungnya tokoh-tokoh seperti Alimin Prawirodirdjo (pemimpin SI merah) dan Musso (dari PKI cabang Jakarta). Setelah merasa kuat, PKI melakukan aksinya dengan mengobarkan pemberontakan di Jakarta pada tanggal 13 November 1926, disusul dengan tindakan kekerasan di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur serta pemberontakan di Sumatra Barat pada tanggal 1 Januari 1927. Pemberontakan ini dapat ditumpas oleh Pemerintah Hindia Belanda. Pemberontakan PKI ini merupakan tindakan yang sia-sia karena massa PKI sama sekali tidak siap di samping organisasinya masih kacau.
Pemberontakan PKI ini mengakibatkan korban ribuan rakyat dihasut untuk ikut serta dalam pemberontakan sehingga sekitar 13.000 orang ditangkap, mereka yang dihukum sejumlah 4.500 orang, dan yang dibuang ke Tanah Merah, Digul Atas, Irian Jaya sekitar 1.300 orang. Oleh Pemerintah Hindia Belanda, PKI dinyatakan sebagai partai terlarang. Akibat buruk lainnya yang menimpa perjuangan bangsa Indonesia akibat pemberontakan PKI adalah berupa penindasan yang luar biasa terhadap para pemimpin perjuangan. Itulah suatu tindakan PKI yang merugikan perjuangan bangsa Indonesia secara keseluruhan.

c. Partai Nasional Indonesia (PNI)
Pada tahun 1925, Ir. Soekarno mendirikan perkumpul-an Algeemene Studie Club di Bandung. Atas insiatif perkumpulan ini maka pada tanggal 4 Juli 1927 berdirilah partai politik baru yaitu Partai Nasional Indonesia. Para pendirinya adalah Ir. Soekarno, Dr. Tjipto Mangunkusumo, Ir. Anwari, Mr. Sartono, Mr. Iskaq Tjokrohadisuryo, Mr. Sunaryo, Mr. Budiarto, dan Dr. Samsi. Dari 8 orang pendiri ini, 5 orang merupakan mantan anggota Perhimpunan Indonesia di Negeri Belanda.
Tujuan PNI adalah untuk mencapai Indonesia Merdeka. Adapun asasnya adalah Self-help, non kooperatif, dan marhaenisme. Pada waktu rapat di Bandung tanggal 17 – 18 Desember 1927, PNI dapat menggalang persatuan dengan Partai Sarekat Islam Indonesia, Budi Utomo, Pasundan, Sumatranche Bond, Kaum Betawi, Indonesische Studieclub, dan Algeemene Studieclub dengan membentuk Pemufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPKI). Permufakatan ini bertujuan menyatukan aksi dalam menghadapi imperialisme Belanda.
Dalam Kongres PNI yang pertama di Surabaya (27 – 30 Mei 1928) disyahkan susunan pengurus seperti berikut:
1) Ketua : Ir. Soekarno
2) Sekretaris/Bendahara : Mr. Iskaq Tjokrohadisuryo
3) Anggota : Dr. Samsi Sastrowidagdo, Mr. Sartono, Mr. Sunaryo, dan Ir. Anwari.

Dalam kongres ini juga disahkan program kegiatan yang meliputi bidang politik, ekonomi, dan sosial.
Kongres PI yang kedua tanggal 18 – 20 Mei 1929 di Jakarta, menetapkan untuk memilih kembali pengurus PB PNI yang lama. Di samping itu juga memutuskan program kegiatan di bidang ekonomi/sosial dan politik.
Di bidang ekonomi/sosial antara lain menyokong perkembangan Bank Nasional Indonesia, mendirikan koperasi-koperasi, mendirikan sekolah-sekolah, rumah sakitrumah sakit, dan lain-lain. Sedangkan di bidang politik, mengadakan hubungan dengan Perhimpunan Indonesia di Negeri Belanda dan menunjuk Perhimpunan Indonesia sebagai wakil PPPKI di luar negeri.
Melihat sepak terjang PNI yang gigih dan semakin memperoleh simpati rakyat Indonesia, pemerintah kolonial Belanda menjadi semakin cemas. Pada akhir tahun 1929 tersebar desas-desus PNI akan melakukan pemberontakan pada awal tahun 1930. Maka berdasarkan desas-desus ini pada tanggal 24 Desember 1929, pemerintah Hindia Belanda mengadakan penggeledahan dan menangkap empat tokoh PNI, yaitu Ir. Soekarno, Gatot Mangkuprodjo, Maskoen, dan Soepriadinata. Mereka diajukan di depan pengadilan Bandung. Dalam proses peradilan itu Ir. Soekarno melakukan pembelaan dengan judul ”Indonesia Menggugat” akan tetapi hakim kolonial tetap menjatuhi hukum penjara kepada keempat tokoh ini.
Penangkapan terhadap para tokoh PNI merupakan pukulan berat dan menggoyahkan partai. Pada kongres luar biasa tanggal 25 April 1931 diputuskan untuk membubarkan PNI. Hal ini menyebabkan pro dan kontra. Mereka yang setuju PNI dibubarkan mendirikan Partai Indonesia (Partindo) dipimpin Mr. Sartono. Sedangkan yang tidak setuju PNI dibubarkan masuk ke dalam Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-Baru) dipimpin Moh. Hatta dan Syahrir.

5. Masa Moderat

Partai-partai yang berjuang pada masa radikal bersikap non kooperasi (tidak mau bekerja sama) dengan pemerintah kolonial Belanda seperti Perhimpunan Indonesia, Partai Komunis Indonesia, dan Partai Nasional Indonesia. Sejak tahun 1930, perjuangan partai-partai mulai mengubah taktiknya, partai-partai sudah bersifat moderat (agak lunak) dan menggunakan taktik kooperasi artinya mau bekerja sama dengan Pemerintah Kolonial Belanda.
Hal-hal yang menyebabkan perubahan taktik perjuangan tersebut adalah karena dunia pada waktu itu dilanda krisis ekonomi (malaise). Hal ini mempengaruhi keadaan ekonomi di Hindia Belanda sehingga berpengaruh terhadap pergerakan nasional. Selain itu Pemerintah Hindia Belanda semakin bersikap keras terhadap partai-partai politik. Apalagi setelah PKI melakukan pemberontakan pada tahun 1926. Ada dua partai yang bersifat moderat dengan taktik kooperasi yaitu Partai Indonesia Raya dan Gerakan Rakyat Indonesia.

a. Partai Indonesia Raya (Parindra)
Partai Indonesia Raya merupakan fusi (gabungan) dari Budi Utomo dan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Penggabungan dua organisasi ini dilaksanakan pada kongresnya di Surakarta tanggal 25 Desember 1935.
Tujuan Partai Indonesia Raya adalah untuk mencapai Indonesia mulia dan sempurna, dengan dasar nasionalisme Indonesia. Taktik perjuangannya adalah kooperasi. Oleh karena itu, Parindra mempunyai wakilnya di Volksraad untuk membela kepentingan rakyat. Selain perjuangan melalui volksraad Parindra juga melakukan beberapa usaha, antara lain sebagai berikut.
1) Di bidang pertanian dengan mendirikan Perhimpunan Rukun Tani untuk membantu kehidupan petani dan mendirikan Bank Nasional Indonesia.
2) Di bidang pelayaran dengan membentuk Rukun Pelayaran Indonesia.
Kepengurusan Parindra pada awal terbentuknya organisasi ini adalah Dr. Sutomo sebagai ketua dan Wuryaningrat sebagai wakil ketua. Sedangkan Kepala Departemen Politik dalam Pengurus besar Parindra adalah Muhammad Husni Thamrin.

b. Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo)
Gerakan Rakyat Indonesia didirikan di Jakarta pada tanggal 24 Mei 1937. Tokoh-tokoh partai ini adalah para pemimpin Partindo yang dibubarkan pada tanggal 18 November 1936. Mereka ada Mr. Sartono, Mr. Amir Syarifudin, Dr. A.K. Gani, dan Mr. Moh. Yamin. Tujuannya adalah untuk mencapai kemerdekaan di bidang ekonomi, sosial, dan politik. Dalam waktu singkat, partai ini berkembang dengan cepat dan memperoleh posisi yang kuat sebagai partai yang berhaluan nasional anti-fasis. Dengan menggunakan taktik kooperasi, Gerindo melakukan aksi perjuangannya. Perkembangan Gerindo selalu diawasi pemerintah kolonial Belanda, dan pada saat Jepang masuk ke Indonesia partai ini dibubarkan.

6. Masa Bertahan

a. Fraksi Nasional
Perjuangan bangsa Indonesia juga dilakukan wakil-wakil partai yang duduk dalam Volksraad. Dengan dipelopori oleh Moh. Husni Thamrin maka pada tanggal 27 Januari terbentuklah Fraksi Nasional di Jakarta. Terbentuknya Fraksi Nasional ini didorong oleh beberapa hal, di antaranya tindakan keras pemerintah kolonial Belanda terhadap gerakan politik dengan memperlakukan yang sama antara gerakan yang bersifat non maupun kooperasi.
Terhadap para pemimpin perkumpulan yang moderat, pemerintah kolonial juga melakukan penggeledahan. Tujuan yang ingin dicapai oleh Fraksi Nasional adalah menjamin adanya kemerdekaan nasional dalam waktu singkat dengan mengusahakan perubahan ketatanegaraan, menghapuskan jurang perbedaan politik, ekonomi, dan intelektual.
Kegiatan yang dilakukan Fraksi Nasional antara lain pembelaan terhadap para pemimpin PNI yang ditangkap tahun 1930. Di samping itu, juga menentang pemborosan anggaran pertahanan pemerintah kolonial karena akan mematikan pergerakan nasional. Dilihat dari perjuangannya, Fraksi Nasional ini bersifat radikal. Perjuangan melalui volksraad ini tidak memuaskan dan suara Fraksi Nasional terpecah dalam menanggapi Petisi Sutarjo.

b. Gabungan Politik Indonesia (GAPI)
Pada tahun 1939 timbul kembali gagasan untuk membina kerja sama antarpartai politik dalam bentuk federasi (gabungan). Pada tanggal 21 Mei 1939 di Jakarta dibentuklah suatu organisasi kerja sama antarpartai politik dan organisasi yang diberi nama Gabungan Politik Indonesia (GAPI). Beberapa peristiwa yang mendorong dan mempercepat terbentuknya GAPI adalah:
1) Kegagalan petisi Sutarjo.
2) Kegentingan internasional akibat timbulnya fasisme.
3) Sikap pemerintah yang kurang memperhatikan kepentingan-kepentingan bangsa Indonesia.
Partisipasi dan organisasi-organisasi yang tergabung dalam GAPI adalah PSII, Gerindo, PII, Pasundan, Persatuan Minahasa, dan Partai Katholik. Adapun yang duduk dalam sekretariat GAPI yang pertama kali yaitu Abikusno Tjokrosuyoso dari PSII (Penulis Umum), Muhammad Husni Thamrin dari Parindra (Bendahara), dan Mr. Amir Syarifuddin dari Gerindo (Pembantu Penulis).

Di dalam konferensi pertama GAPI tanggal 4 Juli 1939 telah dibicarakan aksi GAPI dengan semboyan ”Indonesia Berparlemen”. Untuk menyokong aksinya, GAPI membentuk Kongres Rakyat Indonesia. Kongres Rakyat Indonesia pertama tanggal 25 Desember 1939 di Jakarta telah menetapkan beberapa keputusan yakni penggunaan bendera merah putih dan lagu Indonesia Raya sebagai bendera dan lagu persatuan Indonesia, serta peningkatan penggunaan bahasa Indonesia bagi rakyat Indonesia.
Menghadapi tuntutan Indonesia berparlemen yang disuarakan GAPI, pemerintah Belanda membentuk suatu komisi yang terkenal dengan Komisi Visman, karena diketuai Dr. EH. Visman. Komisi ini bertugas untuk menyelidiki dan mempelajari perubahan ketatanegaraan yang diinginkan bangsa Indonesia. Karena tidak bekerja sungguh-sungguh maka tidak membuahkan hasil. Akhirnya situasi politik di Indonesia semakin gawat dengan adanya bayangan Perang Dunia II (Perang Pasifik). Pemerintah Hindia Belanda akan membicarakan tuntutan bangsa Indonesia setelah perang pasifik selesai. Akan tetapi selama perang pasifik, Indonesia diduduki oleh tentara Jepang.

SELAIN perkembangan organisasi-organisasi dalam pergerakan nasional di atas, perlu diketahui juga munculnya organisasiorganisasi keagamaan, gerakan pemuda, dan organisasi-organisasi kewanitaan yang ikut andil dalam pergerakan nasional. Perkembangan dan peran organisasi-organisasi tersebut YAITU:

a) Organisasi Keagamaan
Perjuangan bangsa Indonesia tidaklah berakhir akibat larangan terhadap organisasi politik oleh pemerintah kolonial Belanda. Para tokoh pergerakan menyadari bahwa perjuangan tidaklah harus melalui organisasi politik atau tindakan menentang pemerintah kolonial, akan tetapi suatu tindakan yang bersifat luas yakni dalam hal kemanusiaan. Oleh karena itu, muncullah organisasi-organisasi keagamaan yang ikut mengisi dalam lembaran pergerakan nasional antara lain Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama.

i. Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 H) di Yogyakarta oleh K.H. Ahmad Dahlan. Tujuan yang ingin dicapai adalah memajukan pengajaran berdasarkan agama, memajukan pengertian ilmu agama dan hidup menurut peraturan agama.
Muhammadiyah merupakan organisasi Islam modern yang bergerak di berbagai bidang kehidupan. Cara-cara untuk mencapai tujuan itu adalah mendirikan, memelihara, menyokong sekolah-sekolah berdasarkan agama Islam, mendirikan dan memelihara masjid dan langgar, dan sebagainya. Jadi Muhammadiyah merupakan perkumpulan yang bergerak di bidang sosial, pendidikan dan keagamaan. Pemerintah colonial Belanda tidak melarang perkumpulan ini karena tidak bersifat menentang.

ii. Nahdatul Ulama (NU)
Nahdatul Ulama didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 (16 Rajab 1344 H) di Surabaya atas prakarsa K.H. Hasyim Asy’ari dari Pesantren Tebu Ireng dan K.H. Abdul Wahab Hasbullah. Tujuan yang ingin dicapai oleh NU adalah memperjuangkan berlakunya ajaran Islam yang berhaluan ajaran Islam yang berhaluan ahlusunah wal jamaah dengan menganut mazhab (4 aliran yaitu : Syafii, Maliki, Hanafi, dan Hambali). Untuk mencapai tujuannya NU bergerak di berbagai bidang kehidupan umat yakni bidang agama, pendidikan, sosial, dan ekonomi.

b) Gerakan Pemuda
Setelah kepengurusan Budi Utomo banyak dipegang oleh golongan tua maka para pemuda mempunyai gagasan untuk membentuk suatu perkumpulan khusus bagi para pemuda. Diawali dengan berdirinya Tri Koro Dharmo ini adalah murid-murid sekolah menengah yang berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur saja sehingga Tri Koro Dharmo yang kemudian menjadi Jong Java maka bermunculan organisasi-organisasi pemuda yang bersifat kedaerahan seperti Pasundan, Jong Minahasa, Jong Batak, Jong Ambon, Jong Celebes (Sulawesi), Jong Sumatranen Bond, Timorsch Verbound, dan lain-lain.

i. Tri Koro Dharmo
Pada tanggal 7 Maret 1915 di Jakarta didirikan organisasi pemuda bernama Tri Koro Dharmo oleh Dr. R. Satiman Wiryosanjoyo, Kadarman dan Sunardi. Tujuan organisasi ini adalah mencapai Jawa-Raya jalan memperkokoh rasa persatuan antar pemuda Jawa, Sunda, Madura, Bali, dan Lombok. Yang menjadi anggota Tri Koro Dharmo ini adalah murid-murid sekolah menengah yang berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur saja sehingga Tri Koro Dharmo bersifat Jawa sentris. Oleh karena itu, pemuda-pemuda Sunda, Madura, dan Bali enggan memasuki organisasi ini. Untuk menghindari perpecahan maka Tri Koro Dharmo diubah menjadi Jong Java pada waktu Kongres di Solo tanggal 12 Juni 1918.
ii. Jong Java
Jong Java bertujuan mendidik para anggotanya supaya ia kelak dapat menyumbangkan tenaganya untuk pembangunan Jawa Raya dengan jalan memperat persatuan, menambah pengetahuan anggota serta berusaha menimbulkan rasa cinta akan budaya sendiri. Sebagai ketua terpilih dalam organisasi ini adalah Sukiman Wiryosanjoyo.
Ketika Samsuridjal menjadi ketua, organisasi Jong Java mengarah ke masalah politik dan tidak netral terhadap agama. Pada kongres ke-7 di Solo (27-31 Desember 1926) di bawah pengaruh ketuanya, Sunardi Djaksodipuro (Wongsonegoro) menekankan bahwa tujuan Jong Java tidak hanya terbatas membangun Jawa Raya tetapi harus bercita-cita menggalang persatuan dan membangun Indonesia Merdeka. Dengan demikian Jong Java mulai memasuki gelanggang politik.

iii. Jong Sumatranen Bond
Jong Sumatranen Bond didirikan pada tanggal 9 Desember 1917 oleh 150 orang pemuda Sumatra yang sedang belajar di Jakarta. Tujuan organisasi ini adalah:
a) Mempererat ikatan antarpemuda pelajar Sumatera.
b) Membangkitkan perhatian para anggota dan yang lain untuk menghargai adat istiadat, seni, bahasa, kerajinan, pertanian, dan sejarah Sumatera.
Tokoh-tokoh yang terkenal dalam organisasi ini adalah Mohammad Hatta dan Muhammad Yamin.

iv. Jong Ambon
Sejak tahun 1908 orang-orang Ambon mulai membentuk organisasi. Akan tetapi organisasi pemuda Jong Ambon baru dibentuk tahun 1918. Di beberapa kota banyak berdiri organisasiorganisasi orang-orang Ambon. Oleh karena itu pada tanggal 9 Mei 1920 seorang tokoh muda dari Maluku A.J. Patty mendirikan Sarikat Ambon yang bergerak di bidang politik. Ia ditangkap pemerintah kolonial dan diasingkan ke Flores. Tokoh lain dari Ambon yang terkenal adalah Mr.Laturharhary.
Dengan berdirinya organisasi-organisasi pemuda yang bersifat kedaerahan di atas maka di daerah-daerah lain juga terpengaruh. Antara tahun 1918 – 1919 berdiri Jong Minahasa dan Jong Celebes. Salah satu tokoh terkenal dari Minahasa adalah Ratu Langie. Pada tahun 1920, para pemuda dari suku Sunda di Jakarta mendirikan Sekar Rukun. Sedangkan M.H. Thamrin mendirikan organisasi Pemuda Betawi untuk menghimpun asli Jakarta. Pada bulan September 1921 berdirilah organisasi Pemuda Timorsch Verbound (Perhimpunan Timor) oleh J. W. Ammallo.
Organisasi ini bertujuan membantu anggotanya dan memajukan kebudayaan, ekonomi, dan sosial. Pada tahun 1926 para pemuda Batak mendirikan Jong Bataks Bond. Di samping berdirinya organisasi-organisasi kepemudaan yang bersifat kedaerahan, juga berdiri organisasi-organisasi kepemudaan yang bersifat keagamaan misalnya Jong Islamieten Bond dan Perkumpulan-Perkumpulan Pemuda Kristen (PPPK).

D. Peran Manifesto Politik 1925, Kongres 1928 dan Perempuan Pertama dalam Proses Pembentukan Identitas Kebangsaan Indonesia

1. Peran Manifesto Politik 1925 dalam Proses Pembentukan Identitas Kebangsaan Indonesia

Pada tahun 1908 di negeri Belanda berdirilah organisasi Indische Vereenlging. Organisasi ini didirikan para mahasiswa yang belajar di negeri Belanda. Mereka itu adalah Sutan Kasayangan Sorlpada, R.N. Noto Suroto, R.P. Sosrokartono, R. Husein Djayadiningrat, Notodiningrat, Sumitro Kolopaking, dan dr. Apituley.
Tujuan organisasi ini adalah memajukan kepentingan-kepentingan bersama dari orang-orang yang berasal dari Indonesia, maksudnya orang-orang pribumi dan non pribumi bukan Eropa di negeri Belanda.
Pada mulanya organisasi ini bersifat sosial budaya, namun sejak berakhirnya Perang Dunia I perasaan anti kolonialisme dan imperialisme tokoh-tokoh Indische Vereeniging semakin menonjol. Mereka mengubah suasana dan semangat kegiatan organisasi ke dalam bidang politik. Hal ini dipengaruhi oleh kedatangan tiga tokoh Indische Partij yang dibuang Belanda yakni Dr. Cipto Mangunkusumo, R.M. Suwardi Suryaningrat, dan E.F.E. Douwes Dekker, yang berjiwa Nasionalis.
Paham nasionalisme semula berkembang di Eropa. Nasionalisme pada hakikatnya merupakan kesetiaan manusia sebagai warga negara pada kepentingan bangsanya. Nasionalisme dapat diartikan sebagai perasaan cinta terhadap bangsa dan tanah airnya yang ditimbulkan oleh perasaan tradisi (sejarah, agama, bahasa, kebudayaan, pemerintahan, tempat tinggal) dan keingingan untuk mempertahankan serta mengembangkan tradisi sebagai milik bersama. Manifesto politik Perhimpunan Indonesia yang lahir di negeri Belanda juga tidak terlepas dari jiwa nasionalisme mahasiswa Indonesia yang belajar di Eropa.
Manifesto politik adalah suatu pernyataan terbuka tentang tujuan dan pandangan seseorang atau suatu kelompok terhadap masalah negara. Pada masa pergerakan nasional, Perhimpunan Indonesia mengeluarkan pernyataan politik yang berkaitan dengan nasib dan masa depan bangsanya. Pernyataan politik ini amat penting artinya bagi terwujudnya Indonesia merdeka yang didengar dan didukung oleh dunia Internasional.
Konsep-konsep manifesto politik Perhimpunan Indonesia sebenarnyatelah dimunculkan dalam Majalah Hindia Poetra, edisi Maret 1923. Akan tetapi, Perhimpunan Indonesia baru menyampaikan manifesto politiknya secara tegas pada awal tahun 1925 yang kemudian dikenal sebagai Manifesto Politik 1925. Indische Verreniging sejak berdirinya tahun 1908 belum pernah terjadi perubahan yang mendasar. Dengan mengikuti lajunya perkembangan jaman, terutama dalam bidang pergerakan nasional maka organisasi yang dibentuk di negeri Belanda juga mengalami perkembangan.
Perkembangan baru dalam tubuh organisasi itu juga membawa perubahan nama yakni pada tahun 1922 Indische Vereeniging diubah menjadi Indonesische Vereeniging. Pada bulan Maret 1923 Majalah Hindia Poetra menyebutkan bahwa asas dari organisasi Indonesische Vereeniging itu adalah sebagai berikut: Mengusahakan suatu pemerintahan untuk Indonesia, yang bertanggung jawab hanya kepada rakyat Indonesia semata-mata, bahwa hal yang demikian itu hanya akan dapat dicapai oleh orang Indonesia sendiri bukan dengan pertolongan siapa pun juga; bahwa segala jenis perpecahan tenaga haruslah dihindarkan, supaya tujuan itu lekas tercapai.
Sejak tahun 1923 Indonesische Vereeniging aktif berjuang bahkan mempelopori dari jauh perjuangan kemerdekaan untuk seluruh rakyat Indonesia. Pada tahun itu juga diterbitkan suatu buku peringatan Indonesische Vereeniging yang menggemparkan kaum kolonial Belanda.
Pada tahun 1924 nama majalah Hindia Poetra diubah menjadi Indonesia Merdeka. Kemudian tahun 1925 dipakailah nama baru organisasi Indonesische Vereeniging menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Kegiatan organisasi PI ini semakintegas dalam bidang politik.

Dengan bertambahnya mahasiswa yang belajar di negeri Belanda, maka bertambah pulalah kekuatan organisasi PI. Pada permulaan tahun 1925 dibuatlah suatu Anggaran Dasar baru yang merupakan penegasan lebih jelas dari perjuangan PI. Pada saat itu PI di bawah pimpinan Dr. Sukiman Wiryosanjoyo. Anggaran Dasar baru itu merupakan manifesto politik, di dalamnya dimuat prinsip-prinsip yang harus dilaksanakan oleh gerakan kebangsaan untuk mencapai kemerdekaan.
Cita-cita Perhimpunan Indonesia tertuang dalam 4 pokok ideologi dengan memerhatikan masalah sosial, ekonomi dengan menempatkan kemerdekaan sebagai tujuan politik yang dikembangkan sejak tahun 1925 dirumuskan sebagai berikut.
1) Kesatuan Nasional: mengesampingkan perbedaan-perbedaan sempit seperti yang berkaitan dengan kedaerahan, serta perlu dibentuk suatu kesatuan aksi untuk melawan Belanda untuk mentiptakan negara kebangsaan Indonesia yang merdeka dan bersatu.
2) Solidaritas: terdapat perbedaan kepentingan yang sangat mendasar antara penjajah dengan yang dijajah (Belanda dengan Indonesia). Oleh karena itu haruslah mempertajam konflik antara orang kulit putih dan sawo matang tanpa melihat perbedaan antara orang Indonesia.
3) Non-kooperasi: harus disadari bahwa kemerdekaan bukanlah hadiah, oleh karena itu hendaknya dilakukan perjuangan sendiri tanpa mengindahkan lembaga yang telah ada yang dibikin oleh Belanda seperti Dewan Perwakilan Kolonial (Volksraad).
4) Swadaya: perjuangan yang dilakukan haruslah mengandalkan kekuatan diri sendiri. Dengan demikian perlu dikembangkan struktur alternatif dalam kehidupan nasional, politik, sosial, ekonomi, hukum yang kuat berakar dalam masyarakat pribumi dan sejajar dengan administrasi kolonial. Dalam rangka merealisasikan keempat pikiran pokok berupa ideologi.

Dalam deklarasi tersebut ditekankim pula pokok-pokok, seperti ide unity (kesatuan), equality (kesetaraan), dan liberty (kemerdekaan). Perhimpunan Indonesia berusaha menggabungkan semua unsur tersebut sebagai satu kebulatan yang belum pernah dikembangkan oleh organisasi-organisasi sebelumnya. Perhimpunan Indonesia percaya bahwa semua orang Indonesia dapat menerima dan menciptakan gerakan yang kuat dan terpadu untuk memaksakan kemerdekaan kepada pihak Belanda.
Pernyataan di atas merupakan cita-cita Perhimpunan Indonesia yang mengandung 4 pokok ideologi yang dikembangkan sejak tahun 1925. Empat pokok ideologi tersebut meliputi kesatuan nasional, solidaritas, nonkooperasi, dan swadaya. Dan di sinilah dapat kita Iihat bahwa Perhimpunan Indonesia merupakan sebuah organisasi pergerakan kebangsaan Indonesia.

2. Peran Kongres Pemuda 1928 dalam Proses Pembentukan Identitas Kebangsaan Indonesia

Sejak berdirinya Budi Utomo (20 Mei 1908) maka muncullah organisasi organisasi pergerakan kebangsaan di berbagal daerah. Di antaranya organisasi pemuda Tri Koro Dharmo (7 Maret1915) yang dldlrikan di Jakarta oleh Dr. R. Satiman Wiryosanjoyo, Kadarman dan Sunardi. Tujuan organisasi ini adalah mencapai Jawa-Raya dengan jalan lain memperkokoh persatuan antara pemuda Jawa, Sunda, dan Madura. Untuk rnenghindari perpecahan maka pada waktu kongres di Solo ditetapkan bahwa mulai tanggal 12 Juni 1918 namanya diubah menjadi Jong Java.
Jong Java bertujuan mendidik para anggotanya supaya kelak ia dapat menyumbangkan tenaganya untuk pembangunan Jawa-Raya dengan jalan mempererat persatuan, menambah pengetahuan anggota, serta berusaha menumbuhkan rasa cinta akan budaya sendiri. Dalam perkembangannya, ternyata Jong Java juga ikut berpolitik.
Seiring dengan berdirinya Jong Java, berdiri pula perkumpulan-perkumpulan pemuda bersifat kedaerahan, seperti Pemuda Pasundan, Jong Sumateranen Bond, Jong Minahasa, Jong Batak, Jong Ambon, dan Jong Celebes (Sulawesi). Semua organisasi kepemudaan ini bercita-cita ke arah kemajuan Indonesia terutama memajukan budaya dan daerahnya maslng-masing.
Dengan munculnya perkumpulan-perkumpulan ini ternyata terdapat benih-benih yang dapat disatukan ke arah persatuan bangsa Indonesia. Oleh karena itu pemuda-pemuda Indonesia merasa, perlu membentuk suatu wadah untuk menyamakan langkah dalam mencapai tujuan. Wadah kegiatan itulah yang dikenal dengan Kongres Pemuda yang disebut juga dengan nama Sumpah Pemuda.
Sumpah Pemuda yang kemudian dikenal sebagai sebuah tonggak dalam sejarah Indonesia tidak dapat dilepaskan dari organisasi kepemudaan seperti Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI). Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia ini yang mendapat dukungan dari organisasi kepemudaan yang lain sepertiJong Java, Jong Sumatera dan sebagainya dengan penuh keyakinan ingin mencapai tujuannya yaitu persatuan Indonesia. Organisasi yang bernama Jong Indonesia yang didirikan pada Februari 1927 ini kemudian mengganti nama menjadi Pemuda Indonesia. Para anggotanya terdiri dari murid-murid yang berasal dari AMS, RHS, dan Stovia.
Dalam perjalanannya para pemuda ini menginginkan suatu upaya penyatuan peletakan dasar untuk kemerdekaan dengan menentang ketidakadilan yang dialami selama masa penjajahan. Pertemuan awalnya dimulai 15 Nopember 1925 dengan membentuk panitia Kongres Pemuda Pertama yang bertugas menyusun tujuan kongres.

a. Kongres Pemuda I (30 April – 2 Mei 1926)

1) Tempat kongres di Jakarta
2) Tujuan kongres: menanamkan semangat kerjasama antara perkumpulan pemuda di Indonesia untuk menjadi dasar bagi persatuan Indonesia.
3) Susunan panitia Kongres Pemuda I
– Ketua : M. Tabrani
– Wakil Ketua : Sumarto
– Sekretaris : Jamaludin
– Bendahara : Suwarso
– Anggota : 1. Bahder Johan 4. Hammami
2. Yan Taole Soelehul 5. Sarbini
3. Paul Pinontuan 6. Sanusi Pane
4) Hasil kongres:
 Mempersiapkan Kongres Pemuda Indonesia II
 Mengusulkan sernua perkumpulan pemuda agar bersatu dalam satu organisasi pemuda Indonesia

Seusai kongres, para pemuda semakin menyadari bahwa perjuangan kemerdekaan Indonesia hanya akan dicapai melalui persatuan. Pada tahun 1928 alam pikiran pemuda Indonesia sudah mulai dlpenuhi jiwa persatuan, Rasa bangga dan rasa memiliki cita-cita tinggi, yaitu Indonesia merdeka telah mencengkeram jiwa rakyat Indonesia.

b. Kongres Pemuda II
Kongres ini berlangsung di Gedung Indonesische Club, di Jalan Kramat Raya 106 Jakarta, pada tanggal 27 – 28 Oktober 1928. Kongres ini terlaksana atas inisiatif dari PPPI (Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia) dan Pemuda Indonesia. Ketua kongres ini adalah Sugondo Joyopuspito.
Keputusan-keputusan Kongres Pemuda II sebagai berikut.
 Mengucapkan ikrar Sumpah Pemuda.
 Menetapkan lagu Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan.
 Menetapkan sang Merah Putih sebagai bendera Indonesia.
 Melebur semua organisasi pemuda menjadi satu dengan nama Indonesia Muda.

Kongres Pemuda II berjalan lancar dan menghasilkan keputusan-keputusan yang sangat penting untuk modal perjuangan selanjutnya. Sumpah Pemuda amat berpengaruh bagi upaya mencapai lndonesia merdeka. Partai-partai yang ada segera menyesualkan diri dengan cita-cita pemuda. Semangat persatuan dan kesatuan bangsa yang telah menjiwai partai-partai di Indonesia itu diwujudkan dalam wadah baru bernama Gabungan Poitik Indonesia (GAPI).
Demikian pula beberapa perkumpulan wanita yang kemudian bergabung dalam Perikatan Perhimpunan Isteri Indonesia, juga semua, organisasi kepanduan yang membentuk persatuan dengan nama Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI).
Ada bebarapa makna yang terkandung di dalam Sumpah Pemuda yaitu sebagai berikut:
1) Di kalangan tokoh-tokoh pergerakan telah ada, perubahan pola pikir dari Iingkup etnis kedaerahan ke cakrawala nasional .
2) Perubahan pola pikir itu melahirkan kesadaran nasional bahwa seluruh penduduk yang mendiami kepulauan Nusantara menjadi satu bangsa besar dengan nama Indonesia.
3) Untuk keperluan persatuan dalam pergerakan disepakati menggunakan bahasa Melayu sebagai media perjuangan

Dengan Kongres Pemuda itu identitas kebangsaan Indonesia semakin terbentuk. Identitas itu kini berwujud: tanah air, bangsa, bahasa dan persatuan dengan nama Indonesia. Dengan Kongres Pemuda II, rasa persatuan dan kesatuan di kalangan pemuda dan bangsa Indonesia mengalami peningkatan. Hal ini merupakan suatu keberanian dan keuletan yang luar biasa dari pemuda kita. Walaupun di bawah tekanan senjata polisi Kolonial Belanda, mereka tetap melaksanakan kewajiban dan pengabdian guna memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan tanah airnya.
Kongres Pemuda II ini sangat penting bagi terbentuknya identitas sebagai bangsa Indonesia. Karena pentingnya peristiwa Kongres Pemuda II bagi bangsa Indonesia, maka tanggal 28 Oktober ditetapkan sebagai Hari Sumpah Pemuda.

3. Peran Kongres Perempuan Pertama dalam Proses Pembentukan Identitas Kebangsaan Indonesia

Pergerakan kaum wanita di Indonesia dirintis oleh R.A. Kartini (1879 – 1904). Perjuangan R.A.Kartini memunculkan semangat nasionalisme bagi kaum wanita. Sebagai penerus R.A. Kartini adalah Dewi Sartika (1884 – 1974) dari Jawa Barat. Berkat cita-cita R.A. Kartini, muncullah gerakan-gerakan penididikan wanita di Indonesia, antara lain sebagai berikut.

a) Putri Mardika, berdiri di Jakarta pada tahun 1912
Perkumpulan Putri Mardika ini bertujuan mencari dana bagi gadis-gadis yang ingin melanjutkan pelajaran dan memberi nasihat bagi kaum putri.
b) Kartinifonds (Dana Kartini)
Perkumpulan ini didirikan oleh pasangan suami istri C. Th. Van Deventer. Salah satu usahanya adalah mendirikan sekolah ”Kartini”. Sekolah ”Kartini” didirikan pertama kali di Semarang pada tahun 1913.
c) Keutamaan Istri (1913) di Tasikmalaya
Perkumpulan ini menaungi sekolah-sekolah yang didirikan oleh Dewi Sartika.
d) Kerajinan Amai Setia di Sumatera Barat.
Organisasi ini berdiri di Kota Gadang pada tahun 1914, didirikan oleh Rohana Kudus. Tujuan perkumpulan ini untuk meningkatkan derajat kaum wanita melalui pendidikan, membaca, menulis, berhitung maupun membuat kerajinan tangan.
e) Kautaman Istri Minangkabau di Padang Panjang.
Organisasi ini bertujuan menyebarluaskan pengetahuan umum, pendirikan sekolah industri, dan kerajinan wanita.
f) Aisiyah
Organisasi ini didirikan pada tanggal 22 April 1917 oleh Siti Wardah (Ny. Ahmad Dahlan). Aisiyah adalah organisasi wanita di bawah naungan Muhammadiyah. Tujuan organisasi ini untuk meningkatkan pendidikan keagamaan dan menanamkan rasa kebangsaan bagi kaum wanita.

g) Organisasi-Organisasi Kewanitaan Lain
Selain perkumpulan-perkumpulan wanita di atas, masih banyak lagi organisasiorganisasi kewanitaan, misalnya Budi Wanito di Solo (1919), Wanito Mulyo di Yogya, dan Wanita Utomo di Yogya (1921), Wanito Katholik di Yogya (1921). Wanito Taman Siswa (1922), Wanudyo Utomo, dan Putri Indonesia (1927).

Dalam perkembangannya sejak tahun 1920 organisasi-organisasi ke-wanitaan tersebut mulai terlibat dalam gerakan politik. Pada tanggal 22 De-sember 1928 diadakan Kongres Perempuan I. Kongres ini diselenggarakan di Yogyakarta, dipimpin oleh R.A. Sukanto.

Tujuan Kongres Perempuan I adalah sebagai berikut.
1) Mempersatukan cita-cita dan usaha memajukan kaum wanita.
2) Menyatukan organisasi-organisasi wanita yang beraneka ragam.
Kongres Perempuan I membicarakan masalah persatuan di kalangan wanita, masalah wanita dalam keluarga, masalah poligami dan perceraian serta sikap yang
harus diambil terhadap kolonialisme Belanda. Keputusan terpenting dalam kongres
tersebut adalah mendirikan gabungan perkumpulan wanita yang disebut Perserikatan Perempuan Indonesia (PPI).
Pada tahun 1929 Perserikatan Perempuan Indonesia berganti nama menjadi Perserikatan Perhimpunan Istri Indonesia (PPII). Kongres Perempuan I besar pengaruhnya dalam perjuangan bangsa Indonesia dalam membentuk identitas
kebangsaan sebagai berikut.
• Kongres Perempuan I merupakan kebangkitan kesadaran nasional di kalangan wanita. Di samping berperan penting dalam keluarga atau masyarakat, wanita juga berperan penting dalam perjuangan mencapai kemerdekaan bangsa dan negara.
• 2) Kongres Perempuan I membuka kesadaran kaum wanita untuk ikut berjuang dalam bidang pendidikan dan kebudayaan, sosial, ekonomi, politik dan lain-lain.

Dengan pentingnya peristiwa Kongres Perempuan I tersebut maka tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai Hari Ibu. Peran generasi muda maupun perempuan di masa perjuangan sampai di zaman kemerdekaan ini sangat penting. Mereka menjadi penggerak perubahan dan pembaharuan. Hal itu sudah diawali dengan adanya kegiatan Kongres Pemuda 1928 maupun Kongres Perempuan I 1928.

Rangkuman Materi
1. Di antara sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah Kolonial Belanda di Indonesia. STOVIA-lah yang merupakan sekolah dokter jawa banyak melahirkan tokoh-tokoh yang peka terhadap keadaan rakyat pada saat itu. Kelompok intelektual inilah yang merupakan salah satu pelopor pergerakan nasional Indonesia.
2. Intelektualitas mereka menjadi modal berharga yang membuka cakrawala berfikir sehingga pada gilirannya pada diri mereka timbul gagasan segar untuk mengembangkan taktik perjuangan darigerakan yang bersifat fisik berubah ke dalam bentuk organisasi modern, sehingga mulai saat itu lahirlah organisasi-organisasi pergerakan nasional, yang pada dasarnya semua bertujuan mengangkat derajat bangsa Indonesia, yang pada akhirnya bermuara untuk mencapai Indonesia merdeka.
3. Proses terbentuknya kesadaran nasional juga diilhami oleh kebesaran dan kejayaan dari Kerajaan Sriwijaya maupun Majapahit di masa lampau, yang mengingatkan kembali kepada kita bahwa Indonesia sebagai suatu bangsa telah mampu mengatur diri sendiri serta memiliki kedaulatan atas wilayah di mana kita hidup dan bertempat tinggal.
4. Pergerakan nasional Indonesia meliputi berbagai gerakan atau aksi yang dilakukan dalam bentuk organisasi modern menuju ke arah yang lebih baik terutama dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Kelahiran Budi Utomo, Manifesto Politik Perhimpunan Indonesia tahun 1925, Kongres Pemuda II tahun 1928 dan kemudian diikuti kelahiran organisasiorganisasi lain, yang semua itu merupakan keterkaitan yang tidak pernah berhenti. Dalam perkembangannya gerakan yang terjadi tidak hanya bersifat radikal tetapi juga bersifat moderat. Namun semua itu hanyalah taktik perjuangan yang memiliki suatu tujuan yang sama yakni Indonesia Merdeka.

sumber : indirabagussugiharto

sejarah Islam

PERKEMBANGAN ISLAM DI KALIMANTAN
(Peranan Penguasa dan Ulama dalam Penyiaran Islam)
oleh : cak irawan
PENDAHULUAN
Pada awal abad VII M, Allah telah mengutus Nabi Muhammad SAW untuk menyampaikan ajaran Islam. Karena petunjuk Allah SWT lewat kelembutan Nabi dalam penyampaian wahyu maka Islam segera dapat tersebar dan diterima oleh sebagian penduduk dunia. Pemeluk agama Islam pertama adalah bangsa Arab, karena Islam diturunkan ditengah-tengah mereka. Kemudian didorong oleh panggilan suci maka sebagian penduduk Arab berusaha menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia. Mereka membawa Islam ke Indonesia dengan jalan damai dan berangsur-angsur, bukan melalui jalan paksaan atau peperangan maupun kekerasan. Sebagian ahli sejarah yang lain mengatakan bahwa Islam baru masuk ke Indonesia pada abad ke-13 dengan berdirinya kerajaan Islam di Aceh.
Seiring hal tersebut, Islam telah pula menyebar tak terkecuali di bumi Kalimantan (1). Setelah era kegemilangan Kesultanan Islam yang dipelopori oleh Kesultanan Malaka (2) pada abad ke 15, kemudian di Nusantara sendiri pernah berdiri Kesultanan Palembang Darussalam (3) selama tahun 1659 – 1825, bumi Nusantara tidak kehilangan Kerajaan-kerajaan bercorak Islam. Hal ini ditandai dengan lahirnya kembali kesultanan atau kerajaan bercorak Islam di bumi Kalimantan.
1.      Kedatangan Islam dan Perkembangannya di Kalimantan
a.      Awal Kedatangan Islam di Tanah Kalimantan
Menurut sebagian ahli sejarah, Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 atau ke 8 Masehi atau abad pertama atau kedua hijriyah melalui dua jalur, yakni :
–     Jalur utara dengan rute         : Arab (Mekkah dan Madinah) – Damaskus – Baghdad
  Gujarat (Pantai Barat India) – Srilangka – Indonesia
–     Jalur selatan dengan rute      : Arab (Mekkah dan Madinah) – Yaman – Gujarat (Pantai
  Barat India) – Srilanka – Indonesia (4)
Sebelum Islam masuk di Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha . Kerajaan Hindu yang ada ( abad ke 7-12 M) sebagai berikut : Kutai di Kalimantan, Taruma Negara di Jawa Barat, Mataram Hindu atau yang disebut dengan kerajaan Sanjaya di Jawa Tengah, Isana di Jawa Timur, Kediri di Jawa Timur, Galuh di daerah Galuh, Ciamis Jawa Barat, Padjajaran berpusat di Pakuan Pajajaran, sebelah barat sungai Citarum Jawa Barat, dan Warmadewa atau Udayana di Bali. Sedangkan Kerajaan Budha yang ada adalah : Kalingga di Jawa Tengah dan Syailendra di Jawa Timur.(5)
Secara garis besar penyebaran Islam terjadi melalui tiga cara :
1.      Perdagangan Pedagang muslim Arab selain berdagang mereka juga bertindak sebagai muballigh. Mereka datang ke Indonesia lewat Gujarat dan Srilanka sehingga ada pengertian bahwa masuknya agama Islam dibawa oleh pedagang Gujarat yang sudah tidak asli lagi. Sesungguhnya yang terjadi adalah para pedagang Arab itu singgah di Gujarat dan menyampaikan ajaran Islam kemudian bersama-sama dengan penduduk Gujarat menuju ke Indonesia. Maka agama Islam yang berkembang di Indonesia masih asli dan menarik minat penduduk, mereka mengadakan penyesuaian dengan kebudayaan daerah.
2.      Pernikahan Para pedagang muslim itu ada yang menetap di Indonesia dan menikah dengan penduduk setempat. Sudah barang tentu mereka menjadi keluarga muslim dan penyebar agama Islam yang gigih.
3.      Pembebasan Budak Pada masa masuknya Islam di Indonesia, perbudakan masih berlaku. Banyak budak saudagar Hindu dan Budha yang dibeli oleh saudagar muslim kemudian dimerdekakan. Mereka masuk dalam keluarga muslim karena keadilan, maka tak segan mereka akhirnya menganut agama Islam. Jelaslah Islam masuk ke Indonesia tanpa paksaan, bahkan dilandasi oleh cinta kasih dan damai. Agama Islam dapat diterima oleh sebagian penduduk Indonesia yang haus akan keadilan. Melalui ajaran tentang cinta kasih, perdamaian, persamaan tanpa membedakan kasta dan keadilan Islam dapat terus berkibar di Indonesia hingga kini.
Para ulama awal yang berdakwah di Sumatera dan Jawa melahirkan kader-kader dakwah yang terus menerus mengalir. Islam masuk ke Kalimantan atau yang lebih dikenal dengan Borneo (7) kala itu. Di pulau ini, ajaran Islam masuk dari dua pintu.
Jalur pertama yang membawa Islam masuk ke tanah Borneo adalah jalur Malaka yang dikenal sebagai Kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai. Jatuhnya Malaka ke tangan penjajah Portugis kian membuat dakwah semakin menyebar. Para mubaligh-mubaligh dan komunitas Islam kebanyakan mendiami pesisir Barat Kalimantan. Jalur lain yang digunakan menyebarkan dakwah Islam adalah para mubaligh yang dikirim dari Tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke Kalimantan ini menemui puncaknya saat Kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan banyak mubaligh ke negeri ini. Perjalanan dakwah pula yang akhirnya melahirkan Kerajaan Islam Banjar dengan ulama-ulamanya yang besar, salah satunya adalah Syekh Muhammad Arsyad al Banjari. (8)
Berdasarkan prasasti-prasasti yang ada disekitar abad V M di Kalimantan Timur telah ada kerajaan Hindu yakni kerajaan Kutai (9). Sedangkan kerajaan-kerajaan Hindu yang lain adalah Kerajaan Sukadana di Kalimantan Barat, kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan. Pada abad XVI Islam memasuki daerah kerajaan Sukadana. Bahkan pada tahun 1590 kerajaan Sukadana resmi menjadi kerajaan Islam, yang menjadi sultan pertamanya adalah sultan Giri Kusuma. Setelah itu digantikan oleh putranya Sultan Muhammad Syafiuddin. Beliau banyak berjasa dalam pengembangan agama Islam karena bantuan seorang muballigh bernama Syekh Syamsudin.
Di Kalimantan Selatan pada abad XVI M masih ada beberapa kerajaan Hindu antara lain Kerajaan Banjar, Kerajaan Negaradipa, Kerajaan Kahuripan dan Kerajaan Daha (10). Kerajaan-kerajaan ini berhubungan erat dengan Majapahit. Ketika Kerajaan Demak berdiri, para pemuka agama di Demak segera menyebarkan agama Islam ke Kalimantan Selatan. Raja Banjar Raden Samudra masuk Islam dan ganti nama dengan Suryanullah. Sultan Suryanullah dengan bantuan Demak dapat mengalahkan Kerajaan Negaradipa. Setelah itu agama Islam semakin berkembang di Kalimantan. Kutai adalah kerajaan tertua di Indonesia dan sebagai kerajaan Hindu. Dengan pesatnya perkembangan Islam di Gowa, Tallo dan terutama Sombaopu, maka Islam mulai merembas ke daerah Kutai. Mengingat Kutai terletak di tepi Sungai Mahakam maka para pedagang yang lalu lalang lewat selat Makasar juga singgah di Kutai. Sebagai muballigh mereka tidak menyianyiakan waktu untuk berdakwah. Islam akhirnya dapat memasuki Kutai dan tersebar di Kalimantan Timur mulai abad XVI.(11)
b.      Perkembangan Islam di Kalimantan
Selatan sangat mungkin sekali pemeluk Islam sudah ada sebelumnya di sekitar keratin yang dibangun di Banjarmasin, tetapi peng-Islaman secara massal diduga terjadi setelah raja, Pangeran Samudera yang kemudian dilantik menjadi Sultan Suriansyah, memeluk Islam diikuti warga kerabatnya, yaitu bubuhan raja-raja. Perilaku raja ini diikuti oleh elit ibukota, masing-masing disertai kelompok bubuhannya, dan oleh elit daerah, juga diikuti warga bubuhannya, dan demikianlah seterusnya sampai kepada bubuhan rakyat jelata di tingkat paling bawah.(12)
Melalui hal ini, sangat dimungkinkan sekali bahwa Islam telah menjadi dasar agama dan mendarahdaging di Kesultanan Banjar. Islam berkembang sangat pesat dan memperoleh tempat yang sepantasnya di bumi Banjar.
2.      Sejarah Kesultanan Banjar
a.      Awal Berdirinya Kesultanan Banjar
Kesultanan Banjar atau Kesultanan Banjarmasin adalah sebuah kerajaan Islam yang berdiri di Kalimantan Selatan. Kerajaan ini pada mulanya berpusat di Banjarmasin (13), tetapi kemudiannya berpindah ke Martapura di Kabupaten Banjar. Banjar adalah penerus kerajaan Negara Daha, sebuah kerajaan Hindu yang beribu kota di kecamatan Daha Selatan. Ketika di Banjarmasin, Kesultanan ini mendapat nama Kesultanan Banjarmasin. Ketika awal abad ke 16, Kalimantan Selatan diperintah oleh kerajaan Negara Daha (14). Kerajaan Negara Daha merupakan kelanjutan dari Kerajaan Negara Dipa, kerajaan Hindu yang berkedudukan di kota Amuntai, Hulu Sungai Utara. Menurut Hikayat Banjar, Kerajaan ini semula dipimpin seorang Raja Puteri Junjung Buih yang kemudian menikah dengan seorang pangeran Majapahit, yaitu Pangeran Suryanata (Raden Putra). Sebelum Kerajaan Negara Dipa sudah berdiri sebelumnya Kerajaan Tanjung Puri, yang berada di kota Tanjung, Tabalong yang didirikan suku Melayu dan Kerajaan Nan Sarunai yang didirikan suku Dayak Maanyan di lembah sungai Tabalong. Kerajaan Nan Sarunai masih merupakan kerajaan satu etnik tertentu saja (Maanyan), sedangkan Kerajaan Negara Dipa merupakan kerajaan multi-etnik pertama di daerah ini.(15)
Di daerah-daerah taklukkanya, sebuah pajak atau cukai haruslah dibayar oleh kerajaan daerah itu kepada raja Daha. Ini menyebabakan daerah Banjarmasin berkeinginan untuk keluar daripada pengaruh Daha. Ketua daerah Banjarmasin, Patih Masih, kemudiannya berbincang dengan ketua daerah lain iaitu Patih Balit, Patih Muhur, Patih Balitung dan Patih Kuwin untuk memerdekakan daerah mereka daripada kerajaan Daha. Mereka kemudiannya berpakat untuk meminta tolong daripada Raden Samudera, seorang cucu Maharaja Sukarama; seorang raja Daha. Raden Samudera ketika itu sedang dalam penyembunyian di daerah Muara Barito kerana ancaman bapa saudaranya, Pangeran Tumenggung yang ketika itu adalah raja Daha. Dibawah pimpinan Raden Samudera, tercetuslah pemberontakan Banjar ini dengan bantuan Kesultanan Demak dari Jawa.
Setelah berjaya menumpaskan kerajaan Daha, Raden Samudera memeluk Islam dan memakai gelaran Sultan Suriansyah dan dimahkotakan sebagai sultan Banjar pertama. Suriansyah adalah Sultan pertama dari Kerajaan Banjar. Sultan ini juga digelari Panembahan Batu Habang atau Susuhunan Batu Habang, yang dinamakan berdasarkan warna merah (habang) pada batu yang menutupi makamnya di Komplek Makam Sultan Suriansyah di kecamatan Banjarmasin Utara, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Nama kecilnya adalah Raden Samudera kemudian ketika diangkat menjadi Raja di Banjarmasih oleh para patih, namanya menjadi Pangeran Samudera. Ketika memeluk Islam, namanya menjadi Sultan Suriansyah. Selain itu nama lainnya yang dipakai adalah Suryanullah. Raden Samudera adalah putera dari Puteri Galuh (Ratu Intan Sari) puteri dari Maharaja Sukarama dari Kerajaan Negara Daha. Nama “Suriansyah” sering dipakai sebagai nama anak laki-laki suku Banjar atau orang Melayu-Kalimantan.(16)
b.      Peranan Kesultanan Banjar Dalam Penyebaran Islam.
Kemenangan Raden Samudera atas Pangeran Tumenggung pada abad XVI merupakan suatu perwujudan terjadinya pergeseran politik dari negara yang ekonominya berbasiskan agraris (Daha) kepada negara yang bersifat maritim, dan Islam dijadikan sebagai agama negara. Gelar yang dipergunakan oleh Raden Samudera sejak saat itu berubah menjadi Sultan Suriansyah. Kemudian menjadi Kerajaan Banjar. Dalam Hikayat Banjar ditemui istilah-istilah seperti: Negeri Banjar, Orang Banjar, Raja Banjar dan Tanah Banjar. Istilah-itilah itu mengacu kepada pengertian wilayah Kerajaan ini, yaitu wilayah kerajaan dimana penduduknya disebut orang Banjar dan rajanya disebut Raja Banjar.(17)
Kesultanan Banjar terus berkembang, hingga menghasilkan banyak keturunan dan memiliki catatan tersendiri dalam sejarah Kerajaan Islam Nusantara. Adapun silsilah raja-raja / penguasa Banjarmasin adalah (18) :
 1. Raja I adalah Sultan Suriansyah
 2. Raja II adalah Sultan Rahmatullah
 3. Raja III adalah Sultan Hidayatullah
 4. Raja IV adalah Sultan Mustainbillah
 5. Raja V adalah Sultan Inayatullah
 6. Raja VI adalah Sultan Saidullah
 7. Raja VII adalah Sultan Tahalidullah
 8. Raja VIII adalah Sultan Amirullah Bagus Kusuma
 9. Raja IX adalah Sultan Agung
10. Raja X adalah Sultan Amirullah Bagus Kusuma (kedua kali)
11. Raja XI adalah Sultan Hamidullah
12. Raja XII adalah Sultan Tamjidullah
13. Raja XIII adalah Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah
14. Raja XIV adalah Susuhunan Nata Alam
15. Raja XV adalah Sultan Sulaiman Saidullah
16. Raja XVI adalah Sultan Adam Alwasikh Billah
17. Raja XVII adalah Sultan Tamjidullah Alwasikh Billah
Kerajaan Banjar yang berkembang sampai abad ke-19 merupakan sebuah kerajaan Islam merdeka dengan nation atau bangsa Banjar sebagai bangsa dari Kerajaan Banjar. Pada akhir abad ke-19 ekspansi kolonial Belanda berhasil menguasai Kerajaan Banjar dan secara sepihak mengumumkan Proklamasi Penghapusan Kerajaan Banjarmasin pada tanggal 11 Juni 1860. Wilayah kerajaan yang berhasil dikuasainya dijadikan Karesidenan Afdelling Selatan dan Timur Borneo (Residentie Zuider en Oosterafdeling van Borneo). Sejak itulah bangsa Banjar turun derajatnya menjadi bangsa jajahan. Mereka tidak lagi disebut sebagai suatu nation akan tetapi hanya sebagai Urang Banjar.
c.      Berakhirnya Kesultanan Banjar
Pemberontakan Pangeran Samudera merupakan pembuka jaman baru dalam sejarah Kalimantan Selatan sekaligus menjadi titik balik dimulainya periode Islam dan berakhirnya jaman Hindu. Sebab dialah yang menjadi cikal bakal Islam Banjar dan pendiri Kerajaan Banjar. Dalam perkembangan sejarah berikutnya pada Tahun 1859 seorang Bangsawan Banjar yaitu Pangeran Antasari (19) mengerahkan rakyat Kalimantan Selatan untuk melakukan perlawanan terhadap kaum kolonialisme Belanda meskipun akhirnya pada Tahun 1905 perlawanan-perlawanan berhasil ditumpas oleh Belanda. Pada
periode pasca Proklamasi Kemerdekaan merupakan momentum yang paling heroik dalam sejarah Kalimantan Selatan, dimana pada tanggal 16 Oktober 1945 dibentuk Badan Perjuangan yang paling radikal yaitu Badan Pemuda Republik Indonesia Kalimantan (BPRIK) yang dipimpin oleh Hadhariyah M. dan A. Ruslan, namun dalam perjalanan selanjutnya gerakan perjuangan ini mengalami hambatan, terutama dengan disepakatinya perjanjian Linggarjati pada tanggal 15 Nopember 1945. Berdasarkan perjanjian ini ruang gerak pemerintah Republik Indonesia menjadi terbatas hanya pada kawasan Pulau Jawa, Madura dan Sumatera sehingga organisasi-organisasi perjuangan di Kalimantan Selatan kehilangan kontak dengan Jakarta, kendati akhirnya pada tahun 1950 menyusul pembubaran Negara Indonesia Timur yang dibentuk oleh kaum kolonial Belanda, maka Kalimantan Selatan kembali menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Republik Indonesia sampai saat ini.(20)
3.      Peranan Ulama Kesultanan Banjar di Kalimantan Selatan
a.      Ulama di Kesultanan Banjar
Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari bin Abdullah Al-Aidrus
Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (1710-1812).
adalah ulama fiqih mazhab Syafi’i pengarang Kitab Sabilal Muhtadin yang berasal dari kota Martapura di Tanah Banjar (Kesultanan Banjar), Kalimantan Selatan. Ia adalah pengarang Kitab Sabilal Muhtadin yang banyak menjadi rujukan Hukum Fiqih mazhab Syafi’i di Asia Tenggara. Jalur nasabnya adalah Maulana Muhammad Arsyad Al Banjari bin Abdullah bin Abu Bakar bin Sultan Abdurrasyid Mindanao bin Abdullah bin Abu Bakar Al Hindi bin Ahmad Ash Shalaibiyyah bin Husein bin Abdullah bin Syaikh bin Abdullah Al Idrus Al Akbar (datuk seluruh keluarga Al Aidrus) bin Abu Bakar As Sakran bin Abdurrahman As Saqaf bin Muhammad Maula Dawilah bin Ali Maula Ad Dark bin Alwi Al Ghoyyur bin Muhammad Al Faqih Muqaddam bin Ali Faqih Nuruddin bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khaliqul Qassam bin Alwi bin Muhammad Maula Shama’ah bin Alawi Abi Sadah bin Ubaidillah bin Imam Ahmad Al Muhajir bin Imam Isa Ar Rumi bin Al Imam Muhammad An Naqib bin Al Imam Ali Uraidhy bin Al Imam Ja’far As Shadiq bin Al Imam Muhammad Al Baqir bin Al Imam Ali Zainal Abidin bin Al Imam Sayyidina Husein bin Al Imam Amirul Mu’minin Ali Karamallah wa Sayyidah Fatimah Az Zahra binti Rasulullah SAW. Ia adalah pelopor pengajaran Hukum Islam di Kalimantan Selatan. Ulama-ulama yang muncul dikemudian hari, menduduki tempat-tempat penting di seluruh Kerajaan Banjar adalah dari didikan suraunya di Desa Pagar Dalam yang didirikannya setelah kembali dari menuntut ilmu di tanah Mekkah.(21) Diriwayatkan, pada waktu Sultan Tahlilullah (1700 – 1734 M) memerintah Kesultanan Banjar, suatu hari ketika ber-kunjung ke kampung Lok Ngabang. Sultan melihat seorang anak berusia sekitar 7 tahun sedang asyik menulis dan menggambar, dan tampaknya cerdas dan berbakat, diceritakan pula bahwa ia telah fasih membaca Al-Quran dengan indahnya. Terkesan akan kejadian itu, maka Sultan meminta pada orang tuanya agar anak tersebut sebaiknya tinggal di istana untuk belajar bersama dengan anak-anak dan cucu Sultan. Kemudian atas permintaannya sendiri, pada waktu berumur sekitar 30 tahun. Sultan mengabulkan keinginannya untuk belajar ke Mekkah memperdalam ilmunya, dan lebih dari 30 tahun kemudian, setelah gurunya menyatakan sudahlah cukup bekal ilmunya, barulah ia kembali pulang ke Banjarmasin. Akan tetapi Sultan Tahlilullah seorang yang telah banyak membantu dan memberi warna pada kehidupannya telah mangkat dan digantikan kemudian oleh Sultan Tahmidullah II bin Sultan HW, yaitu cucu Sultan Tahlilullah yang sejak semula telah akrab bagaikan bersahabat. Kepada Sultan Tahlilullah ia tidak sempat menyatakan terimakasihnya ataupun memberikan pengabdiannya dan mereka terpisah karena jarak dan umur.(22) Sekembalinya dari Mekkah, hal pertama yang dikerjakan nya ialah membuka tempat pengajian (semacam pesantren) bernama Pagar Dalam, yang kemudian lama-kelamaan menjadi sebuah kampung yang ramai tempat menuntut ilmu agama Islam. Sultan Tahmidullah yang pada ketika itu memerintah Kesultanan Banjar, sangat menaruh perhatian terhadap perkembangan serta kemajuan agama Islam dikerajaannya, meminta kepada Syekh Muhammad Arsyad agar menulis sebuah Kitab Hukum Ibadat (Hukum Fiqh) yang kelak kemudian dikenal dengan nama Kitab Sabilal Muhtadin. Sebelumnya, untuk keperluan pengajaran serta pendidikan, ia telah menulis beberapa kitab serta risalah-risalah, di-antaranya ialah Kitab Ushuluddin yang biasa disebut Kitab Sifat Duapuluh, Kitab Tuhfatur Raghibin, yaitu kitab yang membahas soal-soal itikad serta perbuatan yang sesat, Kitab Nuqtatul Ajlan, yaitu kitab tentang wanita serta tertib suami-isteri, Kitabul Faraidl, semacam hukum-perdata. Da-ri beberapa risalahnya, dan beberapa pelajaran penting yang langsung diajarkannya, oleh murid-muridnya kemudian dihimpun dan menjadi semacam Kitab Hukum Syarat, yaitu tentang syarat syahadat, sembahyang, bersuci, puasa dan yang berhubungan dengan itu, dan untuk mana biasa disebut Kitab Parukunan. Mengenai bidang Tasauf {semacam Filsafat Ketuhanan) ia juga menuliskan pikiran-pikirannya dalam Kitab Kanzul-Makrifah.(23)
Karya Tulis Maulana Muhammad Arsyad Al Banjari (24):
1.   KITAB USHULUDIN
Kitab yang berkaitan dengan keimanan dan ketauhidan, sifat-sifat Allah SWT dan Rasulullah SAW. Ditulis tahun 1774 M.
2.   KITAB LUQTHATUL ‘AJLAN FI BAYANI HAIDHI WA ISTIHADHATI WA NIFASINNISWAN
Kitab yang berisi mengenai haidh, istihadhah dan nifas.
3.   KITAB FARA-IDH
Kitab yang berisi mengenai hukum waris.
4.   KITAB TUHFATURRAGHIBIEN
Kitab yang berisi tentang iman, hal-hal yang merusak iman, tanda-tanda orang murtad dan hukumnya. Ditulis tahun 1774 M.
5.   KITAB AL-QAULUL MUKHTASHAR FI ‘ALAMATIL MAHDIL MUNTAZHAR
Kitab yang berisi mengenai turunnya Imam Mahdi, Nabi Isa As, tentang Dajjal, keluarnya Ya’juj dan Ma’juj. Ditulis tahun 1196 H.
6.   KITAB ILMU FALAK
Kitab yang berisi tentang cara menghitung kapan terjadinya gerhana matahari dan bulan.
7.   KITABUN NIKAH
Kitab yang berisi mengenai perwalian dan tata cara aqad nikah yang telah dicetak di Turki.
8.   KITAB KANZUL MA’RIFAH
Kitab Ilmu Tasauf .
9.   FATWA SULAIMAN KURDI
Risalah fatwa-fatwa Syeikhul Islam Imamul Haramain ‘Alimul ‘Allamah Muhammad bin Sulaiman Al Kurdie.
10. KITAB SABILAL MUHTADIEN LITTAFAQQUH FI AMRIDDIN
Kitab Ilmu Fiqih.
11. MUSHAF AL QURAN AL KARIEM
Al Quran yang ditulis dengan perasaan seni (Kaligrafi).
12. KITAB FATHUL JAWAD
Memuat ketentuan fikih tentang hak pemilikan, penguasaan, dan penggunaan tanah.
Beliau meninggal dunia pada malam Selasa yaitu di antara waktu Maghrib dan Isyak, pada 6 Syawal 1227 Hijrah bersamaan 13 Oktober 1812 Masehi. Beliau meninggal dunia pada usia 105 tahun dengan meninggalkan sumbangan yang besar terhadap masyarakat Islam di Nusantara. Bagi mengenang jasa dan sumbangan beliau, beberapa tempat di Indonesia telah mengabadikan nama dan karya beliau. Antaranya ialah Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad al Banjari dan Masjid Raya Sabilal Muhtadin.(25)
b.      Peranan Ulama di Kesultanan Banjar
Intensitas keberagamaan masyarakat Banjar meningkat tajam setelah Syekh Arsyad al-Banjari kembali dari mengaji di tanah Arab dan membuka pengajian di Dalam Pagar, sebuah perkampungan yang dibangunnya di atas tanah perwatasan yang dihadiahkan oleh sultan kepadanya, terletak sekitar lima kilo meter dari keraton. Murid-muridnya kemudian membuka pengajian pula di tempatnya masing-masing, yang antara lain adalah keturunannya sendiri, seakan-akan merupakan perwjudan dari hasil munajatnya kepada Tuhan agar dikaruniai ilmu keagamaan sampai tujuh keturunan (“alim tujuh turunan”).(26).
Setelah berada selama 30 tahun di Makkah dan lima tahun di Madinah, Syeikh Muhammad Arsyad al Banjari pulang ke tanah air untuk menyebarkan Islam. Setibanya beliau ke kampung halaman, beliau membuka pusat pusat pengajian untuk memudahkan masyarakat Islam menimba ilmu pengetahuan. Selain itu, Syeikh Muhammad Arsyad turut membiasakan diri bersama orang kampung berkebun, bersawah, dan bertani. Di samping aktif mengajar dan mendidik masyarakat Islam yang datang dari pelbagai pelosok daerah, beliau turut turun berdakwah ke segenap lapisan masyarakat yang terdiri daripada rakyat biasa hinggalah kepada golongan pembesar dan bangsawan. Dalam menyampaikan dakwah, Syeikh Muhammad Arsyad menggunakan pelbagai kaedah pendekatan yaitu Dakwah bil Hal (dakwah yang menggunakan pendekatan contoh dan akhlak yang dipamerkan oleh beliau), Dakwah bil Lisan (dakwah dengan menggunakan pendekatan lidah iaitu mengajak dan menyeru) dan Dakwah bil Kitabah (dakwah dengan menggunakan pendekatan penulisan buku dan risalah).(27)
CATATAN KAKI
1)    Kalimantan adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah utara Pulau Jawa dan di sebelah Barat Pulau Sulawesi. Terbagi menjadi wilayah Brunei, Indonesia dan Malaysia. Seringkali pulau ini secara keseluruhan disebut Borneo sedangkan wilayah Indonesia disebut Kalimantan, lalu wilayah Malaysia disebut Sarawak dan Sabah. Selain itu ada pula kesultanan Brunei. http://id.wikipedia.org/wiki/Kalimantan
2)    Kerajaan Malaka didirikan oleh Parameswara antara tahun 1380-1403 M. Pada awalnya Malaka bukanlah sebuah Kerajaan beragama Islam. Hal ini berubah ketika Parameswara menikah dengan Putri Sultan Zainal Abidin dari Pasai dan masuk Islam pada tahun 1406, ia mengubah namanya menjadi Muhammad Iskandar Syah, dan menjadi Sultan Malaka. Selanjutnya, Malaka menjadi pusat perkembangan agama Islam di Asia Tenggara, hingga mencapai puncak kejayaan dimasa pemerintahan Sultan Mansyur Syah (1459-1477). Pada 10 Agustus 1511, sebuah armada laut Portugis yang besar dari India diketuai oleh Alfonso de Albuquerque datang ke Malaka kemudian akhirnya brehasil meruntuhkan Kesultanan Malaka. http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan _Malaka
3)    Kesultanan Palembang merupakan sebuah Kerajaan Melayu Islam bercorak maritim yang berkedudukan di Palembang. Ia mulai memainkan peranan dalam sejarah Indonesia pada pertenghan abad ke-16, dan berakhir pada abad ke-19 setelah secara sistematis dan berencana dapat di kuasai oleh Belanda. Menurut sebuah versi Kesultanan Palembang dipimpin untuk pertama kali oleh Kyai Gedeng Suro. Di dalam sebuah catatan yang telah diterbitkan Woelders (1976: 118-9 ) yang didalam tulisan dinamakan “Daftar Raja-raja Palembang” diceritakan: Raja No 1 pada tahun 966 H yaitu Keding Suroh, lamanya ia menjadi raja dua likur tahun. Raja No 2 pada tahun 968 H diganti saudaranya Keding Ilir, lamanya setahun, tetapi ia berjuluk juga keding Suroh. http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan _Palembang
5)    Ibid.
6)    Borneo adalah nama alternatif untuk Kalimantan. Seringkali istilah ini dipakai untuk merujuk pulau “Borneo” atau “Kalimantan” secara keseluruhan. Sedangkan kata “Kalimantan” yang sebagian besarnya merupakan bekas wilayah Kerajaan Banjar hanya dipakai untuk merujuk ke bagian Indonesia. Sedangkan bahagian keseluruhan berikut Sabah, Sarawak dan Brunei disebut “Borneo”. Pulau “Borneo” merupakan yang terbesar ketiga di dunia. Dan merupakan satu-satunya pulau di dunia yang terbagi kedalam 3 negara. Kata “Borneo” secara etimologis berasal dari kata Brunei, kerajaan yang pernah memerintah sebagian besar wilayah utara pulau ini (Sabah, Sarawak), meskipun sekarang hanya menguasai daerah sangat kecil saja. http://id.wikipedia.org/wiki/Borneo
7)    Kesultanan Demak, adalah kesultanan Islam pertama di Jawa yang didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1478. Kesultanan ini sebelumnya merupakan bagian dari kerajaan Majapahit, dan kesultanan ini merupakan pelopor penyebaran agama Islam di pulau Jawa dan Indonesia pada umumnya. Kesultanan Demak mengalami kemunduran karena terjadi perebutan kekuasaan antar kerabat kerajaan. Pada tahun 1568, kekuasaan Kesultanan Demak beralih ke Kesultanan Pajang yang didirikan oleh Jaka Tingkir. Salah satu peninggalan bersejarah Kesultanan Demak ialah Mesjid Agung Demak, yang diperkirakan didirikan oleh para Walisongo. Lokasi ibukota Kesultanan Demak saat ini telah menjadi kota Demak di Jawa Tengah. http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan _Demak
9)    Kutai Martadipura adalah kerajaan tertua bercorak Hindu di Nusantara dan seluruh Asia Tenggara. Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai diambil dari nama tempat ditemukannya prasasti yang menggambarkan kerajaan tersebut. Nama Kutai diberikan oleh para ahli karena tidak ada prasasti yang secara jelas menyebutkan nama kerajaan ini. Karena memang sangat sedikit informasi yang dapat diperoleh akibat kurangnya sumber sejarah. http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Kutai_Martadipura
10 Kerajaan Negara Daha adalah sebuah kerajaan Hindu (Syiwa-Buddha)yang pernah berdiri di Kalimantan Selatan. Pusat ibukota kerajaan ini semula berada di kota Negara (kecamatan Daha Selatan, Hulu Sungai Selatan) dan terakhir di Marampiau (kecamatan Candi Laras Selatan, Tapin) berdekatan dengan lokasi situs Candi Laras, sedangkan Bandar perdagangan berada di Bandar Muara Bahan (sekarang kota Marabahan, Barito Kuala). Kerajaan Negara Daha merupakan kelanjutan dari Kerajaan Negara Dipa yang berkedudukan di Candi Agung, kota Amuntai, Hulu Sungai Utara. Yang terletak di sekitar percabangan sungai Bahan (sungai Negara) yang bercabang menjadi sungai Tabalong dan sungai Balangan dan sekitar sungai Pamintangan (sungai kecil anak sungai Negara). Untuk menghindari bala bencana ibukota kerajaan dipindahkan ke arah hilir sungai Negara (sungai Bahan) sehingga disebut dengan nama yang baru sesuai letak ibukotanya ketika dipindahkan yaitu Kerajaan Negara Daha. http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Negara_Daha
13) Kota Banjarmasin adalah salah satu kota sekaligus merupakan ibu kota dari provinsi
Kalimantan Selatan, Indonesia. Kota ini memiliki luas wilayah 72 km² atau 0,019% dari luas wilayah Kalimantan Selatan. Jumlah penduduk di kota ini adalah sebanyak 527.250 jiwa (2000) dengan kepadatan penduduk 7.325/km²http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Banjarmasin
19)  Keruwetan politik dalam negeri Kesultanan banjar ini ahirnya menimbulkan meletusnya Perang banjar selama 4 tahun (1859 – 1863). Pada periode konflik fisik itulah, yaitu pada tahun 1859, muncul seorang pangeran setengah baya yang telah disingkirkan haknya, memimpin perlawanan terhadap Belanda. Dialah Pangeran Antasari yang lahir tahun 1809. Pangeran ini, telah bekerja sama dengan para petani. Dua tokoh pimpinan kaum petani saat itu Panembahan Aling dan Sultan Kuning, telah membantu Antasari untuk melancarkan serangan besar-besaran. Mereka menyerang pertambangan batubara Belanda dan pos-pos misionaris serta membunuh sejumlah orang Eropah. Sehingga pihak Kolonial mendatangkan bantuan besar-besaran. Antasari kemudian bergabung dengan kepala-kepala daerah Hulu Sungai, Marthapura, Barito, Pleihari, Kahayan, Kapuas, dan lain-lain. Mereka bersepakat mengusir Belanda dari Kesultanan Banjar. Maka perang makin menghebat, dibawah pimpinan Pangeran Antasari. Pernah pihak Belanda mengajak berunding, tetapi Pangeran Antasari tidak pernah mau. Daerah pertempurannya meliputi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Pada tahun 1862 Pangeran Antasari merencanakan suatu serangan besar-besaran terhadap Belanda, tetapi secara mendadak, wabah cacar melanda daerah Kalimanatan Selatan, Pangeran Antasari terserang juga, sampai ia meninggal pada 11 Oktober 1862 di bayan Begak, Kalimantan Selatan. Kemudian ia dimakamkan di Banjarmasin.
22)  Ibid
23)  Ibid
24)  Ibid
DAFTAR PUSTAKA
http://faktaandalusia.wordpress.com/2007/08/09/sejarah-awal-islam-kalimantan

ISLAM DI INDONESIA


http://id.wikipedia.org/wiki/Borneo
http://id.wikipedia.org/wiki/Kalimantan
http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Kutai_Martadipura
http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Negara_Daha
http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Banjar
http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Demak
http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Malaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Palembang
http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Banjarmasin
http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Arsyad_al-Banjari_bin_Abdullah_Al-Aidrus
http://ms.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Banjar
http://sejarahkita.blogspot.com/2006/08/pangeran-antasari-dari-kesultanan.html
http://soborneo.blogspot.com/2006/04/sejarah-perkembangan-penduduk.html
http://tarbiyyahibnumasran.blogspot.com/2007/06/mengenali-tokoh-ulama-banjar.html
http://www.indomedia.com/bpost/pudak/journal/islam.htm#1